SURABAYA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengevakuasi dua anak yang diduga mengalami kekerasan dan dimanfaatkan ayahnya untuk mendapatkan bantuan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya, Ida Widayati awalnya mendapat laporan mengenai seorang pria dengan dua anak, berinisial BS, warga Kecamatan Tenggilis, yang hidup kesulitan dan membutuhkan bantuan.
BS sebenarnya memiliki 3 orang anak, yakni BE (16), B (7) dan A (4). Sedangkan istrinya sudah meninggalkan mereka usai mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Baca juga: Kemendagri Kaji SOP Siskamling di Surabaya untuk Digunakan secara Nasional
"Istrinya (BS) sudah lama (perginya) tahunan, 3 sampai 4 tahun lalu. Termasuk anaknya yang pertama itu juga di-KDRT," kata Ida ketika dikonfirmasi, Jumat (12/9/2025).
Ida mengatakan, BE memutuskan tinggal di gereja yang biasa digunakan untuk beribadah. Sedangkan, B dan A masih dimanfaatkan ayahnya agar menerima bantuan.
Baca juga: Tak Lagi 12 Tahun, Pemkot Surabaya Kini Kampanyekan Wajib Belajar 13 Tahun
"Hidupnya BS ini kan bergantung bantuan gereja, kalau anak-anak ini sudah enggak di situ orang yang mau mengasih bantuan pikir dulu. Buat makan itu mereka pesan ojek online terus," jelasnya.
Kemudian, kata Ida, BS mengaku tidak bisa berjalan dan bekerja setelah jatuh dari kamar mandi, sekitar setahun yang lalu. Padahal, menurutnya, pria itu masih memungkinkan untuk sembuh.
"Bapaknya ini kondisinya sakit, bukan lumpuh cuman memang kesulitan jalan. Sebetulnya kalau bisa berusaha tapi ini enggak, anak-anaknya malah dieksploitasi untuk bisa dapat bantuan," ujarnya.
Lebih lanjut, Ida memutuskan untuk mengevakuasi kedua anak tersebut, agar mendapatkan kehidupan lebih baik. Sedangkan, ayahnya mendapatkan perawatan di RS Menur.
"Kemarin 2 anak ini kami evakuasi karena sudah enggak memungkinkan dengan kondisi kayak gitu, rumahnya sudah tidak layak. Kondisi bapaknya juga menurut kami depresi," ucapnya.
"Kalau anaknya ini kami gabungkan dengan kakaknya (yang melarikan diri), untuk bisa jadi satu, di panti milik gereja. Meskipun begitu kami tetap dampingi untuk melihat kondisi psikologisnya," tutupnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini