DEPOK, KOMPAS.com - Semangat literasi menjadi bekal bagi Rudy Ardiansyah dan Arianto untuk membawa perubahan bagi pemuda di lingkungan tempat tinggalnya, Kedaung, Sawangan, Kota Depok.
Berangkat dari latar belakang pendidikan Sastra Inggris yang membuatnya akrab dengan dunia buku, Rudy bersama Arianto mendirikan Taman Baca Perigi dengan bangunan semi outdoor pada 2012. Sejak saat itu, taman baca yang berdiri di RW 07 ini menjadi saksi tumbuhnya budaya literasi di lingkungannya.
Saat Kompas.com berkunjung pada Senin (15/9/2025), suasana taman baca terasa sederhana, namun hangat. Enam rak besar berjejer, dipenuhi koleksi buku yang tersusun sebagian berdasarkan serial.
Baca juga: Jatuh Bangun Pustakawan Dirikan Rumah Baca: Dikucilkan Keluarga hingga Dianggap Stres
Meski tampak berantakan, judul-judul buku yang tersusun tetap menarik perhatian, mulai dari novel fiksi hingga ensiklopedia anak. Debu tipis yang menempel pada sampul buku menambah aroma khas perpustakaan lama.
Di salah satu sudut, terpajang plakat dan sertifikat penghargaan rekam jejak perjalanan Taman Baca Perigi yang kini berusia 13 tahun.
Dinding berwarna jingga, kuning, dan biru dengan gambar bertema luar angkasa menciptakan nuansa ramah anak. Tak ada pintu masuk, menandakan tempat ini terbuka bagi siapa pun yang ingin membaca.
KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY Rak koleksi buku di Taman Baca Perigi, Kedaung, Sawangan, Kota Depok.
Galang Arian Ramadhan, Pengurus Umum Taman Baca Perigi, mengatakan, keberadaan taman baca berawal dari keinginan Rudy dan Arianto menyediakan ruang berkumpul yang bermanfaat bagi pemuda.
“Dia bawa buku-buku, terus pak Rudi melihat lingkungan sini kayaknya butuh tempat atau wadah untuk pemuda. Jadi dia menggerakkan anak-anak muda di sini untuk bikin konsep taman baca,” ucap Galang saat diwawancarai Kompas.com, Senin.
Taman baca ini diharapkan bisa menjadi ruang alternatif bagi remaja agar tidak dipandang negatif saat berkumpul di pinggir jalan. Dengan konsep ruang baca, Taman Baca Perigi memantik kebiasaan baru: berdiskusi, membaca, dan melakukan aktivitas produktif.
Berdiri di atas tanah warga, taman baca berkembang menjadi pusat kegiatan sosial, agama, kepemudaan, dan literasi.
Baca juga: Kisah Pustakawan Edi, Bangun Taman Baca Kampung Buku demi Tingkatkan Literasi
“Akhirnya dibikin Taman Baca, kita bikin kegiatan-kegiatan tentang sosial, agama, tentang kepemudaan maupun anak-anak, dan masyarakat sekitar. Dibangunnya Taman Baca buat menarik minat baca di lingkungan sekitar,” ungkapnya.
Langkah demi langkah ditempuh para pengurus dan anggota, menciptakan berbagai program literasi agar setidaknya menumbuhkan bibit kebiasaan membaca, salah satunya lewat diskusi bedah buku atau program KPK (Karya Penulisan Kreatif).
Sedangkan untuk anak-anak, Taman Baca Perigi membuat ruang lewat program mingguan english club agar ada interaksi aktif menumbuhkan keberanian untuk berkomunikasi di depan umum menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia.
“Dan tentu, gagasan pertama ya buat meningkatkan literasi di lingkungan, dampak yang kita dapatkan dari kegiatan itu sangat potensial banget, seperti edukasi ke anak-anak, pendidikan mental di publik termasuk public speaking, termasuk berdialog sama teman-teman pengurus,” ujar Galang.
Seiring berjalannya waktu, Taman Baca Perigi makin dikenal luas. Donasi buku mengalir dari komunitas mahasiswa, individu, hingga Gramedia yang rutin menyumbang setiap tahun. Pada 2019, koleksi buku hampir menyentuh 1.000 eksemplar.