Jakarta, Kompas.com - Sebanyak 23.657 hektar kesatuan hidrologis gambut (KHG) terbakar di Indonesia sepanjang bulan Juli 2025. Dari total lahan gambut terbakar di seluruh Indonesia tersebut, sekitar 6.000 hektar berada di Kalimantan Barat (Kalbar) dan 3.000 hektar di Riau.
Menurut Geographic Information System (GIS) Reasearch Analyst Pantau Gambut, Juma Maulana, titik api meningkat secara signifikan di Kalbar dan Riau pada bulan Juli 2025.
Sebesar 56 persen kebakaran KHG pada Juli 2025 terjadi akibat izin HGU sawit dan perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH).
"Untuk provinsi-provinsi lain itu kenaikkannya tidak sebesar di dua provinsi itu. Kalbar dan Riau juga menjadi langganan kebakaran hutan dan lahan gambut pula," ujar Juma dalam konferensi pers, Senin (15/9/2025).
Pantau Gambut memprediksi sebanyak 16 juta hektar dari total 24,2 juta hektar KHG di Indonesia rentan terbakar, dengan sebaran terbesar di Sumatera dan Kalimantan.
"Ini kajian kami di 2023, yang memang kami perbaharui setiap ada kejadian El Nino," tutur Juma.
Ia khawatir dengan nasib Papua bisa seperti Sumatera dan Kalimantan ke depannya, mengingat saat ini sedang terjadi pembukaan lahan secara masif.
"Di Papua sepanjang bulan Juli memang belum terjadi kebakaran hutan," ucapnya.
Pengaruh El Nino
Pola musim kemarau di Indonesia berbeda antar daerah di Indonesia. Misalnya, musim kemarau di Aceh dan Riau lebih dulu daripada Sumatera Selatan serta Lampung. Atau, musim kemarau di Kalimantan Barat lebih awal dibandingkan dengan Kalimantan Tengah.
Juma memperkirakan musim kemarau untuk KHG di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah terjadi pada bulan September sampai Oktober 2025.
Ia memprediksi titik api pada bulan September sampai Oktober 2025 sudah menurun.
"Karena di sana ada kondisi faktor iklim yang memang pengaruhnya berbeda. Ini tadi saya sebut dengan El Nino yang menyebabkan menjadi sangat rentan terbakar. Kalau tidak ada anomali yang berarti, kebakaran memang akan turun," ujar Juma.
Di sisi lain, Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, Indonesia saat ini memasuki musim kemarau basah. Namun, mengapa titik api di Kalbar dan Riau begitu masif, khususnya di KHG. Padahal, saat terjadi El Nino pada 2023, tidak ada titik api sama sekali di Riau.
"Tapi kok (titik api di Kalbar dan Riau) sangat tinggi. Titik panasnya dibandingkan dengan (tahun) 2023 yang jelas-jelas itu ada El Nino," tutur Juma.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.