5 PR Berat Menkeu Purbaya: Dari Pajak, Grey Economy, hingga Janji Tak Ada Kebijakan "Aneh-aneh"

4 days ago 3

JAKARTA, KOMPAS.com – Pergantian kursi Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa menandai babak baru dalam pengelolaan fiskal Indonesia. Namun, jalan yang harus ditempuh Purbaya tak mulus.

Dunia usaha hingga kalangan ekonom menilai ada sederet pekerjaan rumah (PR) besar yang menanti.

1. Ekonomi yang Melandai

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, menilai pelemahan ekonomi bisa menjadi tantangan pertama yang harus dijawab Menkeu.

“Pertama berbicara masalah ekonomi yang melandai, kedua masalah berbicara grey ekonomi,” ujar Ajib dalam tayangan Obrolan Newsroom di kanal YouTube Kompas.com, Selasa (9/9/2025).

Ia menekankan, meski pemerintah mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 sebesar 5,12 persen, peningkatan itu belum tercermin dalam daya beli masyarakat. Lemahnya konsumsi berpotensi menekan penerimaan negara.

Baca juga: Sertijab Menteri Keuangan, Purbaya Puji Sri Mulyani Berhasil Jaga Stabilitas Fiskal

2. Risiko Shortfall Pajak

Menurut Ajib, target penerimaan pajak 2025 sebesar Rp 2.189 triliun berpotensi tidak tercapai.

“Bagaimana mungkin dengan target lebih dari Rp 2.100 triliun, tapi pertumbuhan ekonomi yang melandai, dan modal awal penerimaan pajak tahun lalu juga sudah shortfall sebesar Rp 50 triliun,” ujarnya.

Apindo memprediksi potensi shortfall penerimaan pajak hingga Rp 120 triliun pada akhir 2025.

3. Tantangan Grey Economy

Selain itu, Ajib menyebut grey economy masih mendominasi 20 sampai 30 persen perekonomian nasional.

Karena sektor ini tidak optimal dipajaki, ruang fiskal pemerintah menjadi sempit.

Baca juga: Reshuffle Kabinet Prabowo: Sri Mulyani Dicopot dari Kursi Menteri Keuangan, Akhiri Era 3 Presiden

4. Perbedaan Gaya dengan Sri Mulyani

Di sisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, melihat penunjukan Purbaya tak lepas dari target ambisius Presiden Prabowo Subianto.

“Kalau ingin mencapai pertumbuhan ekonomi 6–7 persen, ada kecenderungan pelebaran defisit akan dilakukan,” kata Tauhid dalam Obrolan Newsroom Kompas.com, Selasa (9/9/2025).

Tauhid menilai perbedaan utama Purbaya dan Sri Mulyani ada pada pendekatan. Sri Mulyani dikenal prudent dengan disiplin defisit di bawah 3 persen dan utang di bawah 40 persen PDB.

Sedangkan Purbaya dinilai bisa lebih fleksibel dalam memberi ruang fiskal untuk mendukung pertumbuhan.

Baca juga: Ekonom Indef Beberkan Alasan Prabowo Pilih Purbaya Jadi Menkeu

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |