BENGKULU, KOMPAS.com - Kesimpulan yang diungkapkan Prof Reynaldo Zoro, ahli petir dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengenai tidak adanya korelasi antara Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) milik PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) dan kerusakan ratusan perangkat elektronik warga, dikritik.
Protes ini datang dari warga Desa Padang Kuas, Kabupaten Seluma, yang desanya dilintasi jaringan SUTT.
Pada pemaparan hasil penelitian yang dilakukan Prof Zoro di kompleks PLTU batubara Teluk Sepang pada 8 September 2025, ia menyatakan, kerusakan elektronik di rumah warga disebabkan kurangnya sistem penangkal petir.
Baca juga: SUTT PLTU Bengkulu Dituding Merusak Barang Elektronik Warga, Ini Kata Pakar ITB
Ia mengatakan, hanya 10 persen rumah di desa itu yang dilengkapi dengan sistem tersebut.
"Kami sudah tinggal sejak tahun 1980 dan desa kami dialiri listrik sejak 1990. Walaupun tidak memiliki sistem penangkal petir, kami aman dan tidak pernah mengalami kerusakan elektronik massal hingga berdirinya jaringan SUTT ini," ungkap Pessi, seorang warga Desa Padang Kuas.
Pessi menambahkan, sejak jaringan SUTT beroperasi pada 2020, mereka telah mengalami lima kali kerusakan elektronik massal.
"Jaringan SUTT ini menjadi obyek sambaran petir yang efeknya menyebabkan kerusakan elektronik massal," tegasnya.
Baca juga: Wisuda ITB Mendadak Hening, Rektor: Kami Turut Belasungkawa
Datangi Dinas ESDM
Masyarakat desa tersebut berulang kali mendatangi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, untuk menuntut pemindahan tower SUTT nomor 54, 55, dan 56 dari permukiman mereka.
Namun, dalam rapat yang diadakan di PLTU Teluk Sepang, tidak ada perwakilan warga yang diizinkan masuk, dan beberapa di antaranya malah diusir petugas PT TLB.
Mahasiswa jurusan Teknik Elektro Universitas Bengkulu, Widesyah Putra, juga menyampaikan bahwa jaringan SUTT seharusnya dilengkapi dengan sistem penangkal petir.
"Jaringan SUTT memang wajib dilengkapi sistem penangkal petir karena akan menjadi obyek utama sambaran petir," ujarnya.
Wide menambahkan, sambaran petir yang mengenai SUTT tidak dapat terserap sepenuhnya, sehingga dapat menimbulkan lonjakan arus balik yang berdampak pada perangkat elektronik warga.
Menanggapi kesimpulan Prof Reynaldo Zoro, warga tetap pada tuntutan mereka untuk meminta pemerintah Provinsi Bengkulu memerintahkan PT TLB memindahkan tower SUTT yang dianggap merugikan, sebelum kerusakan lebih lanjut terjadi.
Sebelumnya, Prof Zoro dalam penelitiannya menyatakan, tidak ditemukan radiasi dari SUTT dan bahwa pembangunan jaringan tersebut sudah sesuai dengan standar.
"Masalahnya bukan di radiasi, tetapi pada instalasi rumah penduduk yang tidak dilengkapi grounding sesuai standar," jelasnya.
Ia juga menegaskan, tower SUTT yang dikeluhkan masyarakat sudah dilengkapi dengan proteksi. Sementara itu, instalasi listrik di rumah warga masih banyak yang tidak memiliki grounding untuk mencegah sambaran petir.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini