Anak Obesitas Kini Lebih Banyak daripada Anak Kurang Gizi

1 day ago 3

KOMPAS.com - Untuk pertama kalinya dalam sejarah, jumlah anak yang mengalami obesitas di dunia melampaui mereka yang kekurangan berat badan. Temuan ini diungkap dalam laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menjadi alarm serius bagi kesehatan global.

Data UNICEF menunjukkan tren yang cukup mengkhawatirkan. Sejak awal tahun 2000-an, persentase anak usia sekolah dan remaja yang kekurangan berat badan memang menurun, dari 13 persen menjadi 9,2 persen. Namun di sisi lain, angka obesitas justru melonjak dari 3 persen menjadi 9,4 persen.

Artinya, pada tahun 2025 diperkirakan ada sekitar 188 juta anak berusia 5–19 tahun yang mengalami obesitas. Jumlah ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang mengalami kekurangan berat badan, yang mencapai 184 juta.

Baca juga: Apa Tanda-tanda Anak Obesitas? Ini Ulasannya...

“Ketika kita berbicara tentang malnutrisi, kita tidak lagi hanya berbicara tentang anak-anak yang kekurangan berat badan,” ujar Catherine Russell, direktur eksekutif UNICEF, dalam sebuah pernyataan.

Ia menekankan, obesitas adalah masalah kesehatan yang terus meningkat pada kesehatan dan perkembangan anak.

Wilayah yang masih menghadapi masalah kekurangan gizi lebih dominan dibanding obesitas hanyalah Afrika sub-Sahara dan Asia Selatan.

Di banyak negara maju diperkirakan 25 persen anak usia sekolah dan remaja mengalami kelebihan berat badan, hampir sama dengan dua dekade lalu, menurut laporan tersebut.

UNICEF mengatakan makanan ultra-olahan merupakan penyebab utama meningkatnya angka obesitas anak secara global. Makanan-makanan ini – seperti keripik, kue-kue, hingga sereal sarapan berkalori tinggi, cenderung tinggi gula, pati olahan, garam, lemak tidak sehat, serta pewarna dan perasa buatan.

Baca juga: Jenis Makanan Ultraproses yang Perlu Dihindari

“Makanan ultraproses semakin menggantikan buah-buahan, sayur-sayuran, dan protein pada saat nutrisi memainkan peran penting dalam pertumbuhan, perkembangan kognitif, dan kesehatan mental anak-anak,” kata Russell.

Dominasi makanan ultra-olahan juga jadi pemicu beban ganda masalah gizi di negara berpenghasilan rendah.

Di satu sisi banyak balita dan anak kekurangan gizi sehingga mereka mengalami wasting dan stunting, yang dapat berdampak permanen pada tumbuh kembang, dan pada saat yang sama jutaan anak yang lebih tua dan remaja mengalami kelebihan berat badan.

Di beberapa negara, makanan ultraproses menyumbang lebih dari separuh total kalori harian anak-anak. Sebagian negara telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi iklannya dan membuat makanan ultra-olahan kurang menarik bagi anak-anak.

Dalam survei, 75 persen anak dan remaja ingin mencoba makanan "modern" yang iklannya mereka lihat.

Obesitas pada anak bukan sekadar soal penampilan, tapi juga berkaitan dengan risiko kesehatan serius seperti diabetes, tekanan darah tinggi, hingga penyakit jantung di usia dewasa. 

Baca juga: Cegah Obesitas Anak, Dokter Sarankan Konsumsi Protein Hewani

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |