JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia melayangkan tujuh desakan darurat ekonomi kepada pemerintah tak lama setelah adanya tuntutan 17+8 tuntutan rakyat.
Tuntutan 17+8 ini dirumuskan oleh sejumlah figur publik dan aktivis melalui kanal media sosial pada akhir Agustus 2025 sebagai rangkuman 25 tuntutan: 17 tuntutan jangka pendek yang harus dipenuhi dalam satu minggu dan delapan tuntutan struktur jangka panjang yang harus direalisasikan dalam setahun.
Sementara itu, tujuh desakan darurat ekonomi ini muncul dari pandangan para ekonom yang menilai bahwa saat ini tengah terjadi penurunan kualitas hidup masyarakat di berbagai lapisan yang bersifat masif dan sistemik.
Baca juga: Pe-er Indonesia: Dunia Kerja Sempit, PHK Naik, Pengangguran Lulusan Muda Membesar
Menurut ratusan ekonom, kondisi keterpurukan ekonomi Indonesia tidak datang tiba-tiba meskipun di tingkat global terdapat tekanan guncangan ekonomi dan geopolitik.
Salah satu ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia, Lili Yan Ing, mengatakan bahwa perekonomian Indonesia saat ini mengalami tekanan skala global, sementara di domestik, gelombang protes publik menjadi alarm atas kondisi ekonomi Indonesia saat ini.
“Situasi ini datang bukanlah tiba-tiba. Yang terjadi merupakan akumulasi hasil dari kebijakan ekonomi, proses pembuatan keputusan, dan praktik bernegara yang jauh dari amanah,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/9/2025).
Dampaknya adalah ketidakadilan sosial yang meningkat di Indonesia.
Oleh karena itu, aliansi yang mewadahi 383 ekonom dan 283 pemerhati ekonomi ini menyampaikan tujuh desakan darurat ekonomi.
Berikut poinnya:
1. Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan serta program secara wajar dan proporsional. Desakan ini mencakup pengurangan porsi belanja program populis Rp 1.414 triliun (37,4 persen APBN 2026) seperti MBG, hilirisasi, subsidi energi, dan Koperasi Desa Merah Putih, karena dinilai mengorbankan pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan tenaga medis dan guru.
2. Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara, seperti BI, BPS, BPK, DPR, dan KPK, agar terbebas dari intervensi politik.
3. Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan dan dianggap membuat pasar tidak kompetitif serta menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, dan sektor swasta.
4. Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi, dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif. Desakan ini mencakup tuntutan mencabut kebijakan perdagangan diskriminatif dan distortif seperti TKDN dan kuota impor, menyederhanakan perizinan, serta memberantas usaha ilegal di sektor ekstraktif.
5. Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi. Hal ini mencakup integrasi bansos agar tepat sasaran, memperkuat perlindungan sosial adaptif, memberdayakan UMKM, konversi subsidi energi ke bantuan tunai, serta memberantas judi online lintas negara.
6. Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta memberantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal, seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, serta Danantara.
7. Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.
Baca juga: Menkeu Purbaya Ungkap Penyebab Demo karena Kesalahan Kebijakan Ekonomi
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini