Dana Jumbo ke Himbara Dikhawatirkan Tekan Laba Bank

2 hours ago 2

KOMPAS.com-Penempatan dana Rp 200 triliun berbunga 4 persen di bank-bank Himbara dikhawatirkan menekan profitabilitas perbankan. Kebijakan ini dinilai tidak menjawab persoalan utama ekonomi saat ini.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kondisi perbankan saat ini justru kelebihan likuiditas. Tambahan dana berbunga tinggi dari pemerintah berpotensi menjadi beban, bukan dorongan kredit.

“Ini dana mahal. Bandingkan dengan giro on call yang berbunga nol persen, atau deposito berjangka yang hanya 2,5 persen sampai 3,5 persen. Alih-alih mendorong kredit, justru bisa menekan profitabilitas bank,” kata Wijayanto yang merupakan bagian dari Aliansi Ekonom Indonesia, Minggu (14/9/2025).

Baca juga: Tempatkan Dana Rp 200 Triliun di 5 Bank, Pemerintah Dapat Bunga 4,02 Persen

Dana jumbo itu disalurkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025.

Dana berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan ditempatkan dalam bentuk deposito on call.

Bunganya setara 80,476 persen dari BI rate atau 4,02 persen. Bank penerima wajib membayar bunga kepada pemerintah sebagai pemilik deposito.

Menurut Wijayanto, langkah ini tidak tepat sasaran. Dunia usaha masih menahan ekspansi karena iklim ekonomi belum kondusif.

Permintaan kredit di sektor riil diperkirakan tetap rendah sehingga tambahan likuiditas berisiko tidak terserap.

“Sangat mungkin bank akan menggunakannya untuk refinancing kredit yang sudah ada. Lalu hasil refinancing itu bisa saja dialihkan ke (instrumen aman seperti) SRBI atau SBN. Jadi, total (penyaluran) kredit tidak akan meningkat,” ujarnya.

Baca juga: Bagaimana Prospek Saham Bank Himbara Usai dapat Gelontoran Rp 200 Triliun Kas Negara?

Ia menambahkan pemerintah seharusnya menghitung kebutuhan riil, mekanisme distribusi, dan skema pengawasan sebelum menyalurkan dana.

Apalagi, dana itu diambil dari SAL yang selama ini menopang belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di awal tahun.

“Jika SAL tinggal Rp 250 triliun, (penggunaan Rp 200 triliun) ini sesungguhnya sangat berisiko. Potensi shortfall penerimaan pada 2025 dan 2026 bisa meningkat,” jelasnya.

Menurut Wijayanto, masalah utama ekonomi bukan likuiditas, melainkan lemahnya permintaan.

Pemerintah perlu memperkuat konsumsi masyarakat dan memperbaiki iklim investasi. Bila permintaan tumbuh, suplai likuiditas baru akan relevan.

Artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Guyuran Dana Rp 200 Triliun ke Bank Himbara Dinilai Tak Menjawab Persoalan

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |