JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan pemerintah menempatkan uang negara sebesar Rp 200 triliun di lima bank milik pemerintah dapat berjalan mulus asalkan dieksekusi dengan baik.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kondisi likuiditas saat ini masih memberi ruang untuk kebijakan dorongan fiskal.
Peredaran uang sebagai penggerak aktivitas ekonomi tercatat melemah dibanding rerata historis, sementara inflasi masih berada di kisaran tengah sasaran, sehingga menambah peluang bagi kebijakan ekspansif.
"Penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun ke perbankan bisa membantu mendorong likuiditas dan mempercepat pertumbuhan kredit, tetapi dampaknya tidak otomatis besar tanpa desain yang tepat," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Sabtu (13/9/2025).
Baca juga: Kemenkeu Kucurkan Rp 200 Triliun ke Perbankan, Simak Porsi dan Skema Penempatan Dananya
Berdasar hitungannya, penempatan dana pemerintah ke perbankan dapat membantu mendorong likuiditas perbankan dimana dana pihak ketiga (DPK) dapat tumbuh sekitar 1,7 persen.
Selain itu, kebijakan ini juga dapat menumbuhkan penyaluran kredit sekitar 0,8 persen sampai 1,4 persen sehingga total kredit dapat mendekati dua digit. Adapun pada Juli 2025, kredit tumbuh 7,03 persen secara tahunan menjadi Rp 8.043,2 triliun.
Namun, Josua bilang, pertumbuhan ekonomi dan kredit tersebut hanya dapat terealisasi jika eksekusi dan tata kelola penyaluran dana tepat sasaran sehingga dana benar-benar dialirkan menjadi kredit ke sektor yang produktif.
"Angka-angka ini menggambarkan potensi, bukan kepastian, sehingga kuncinya terletak pada eksekusi dan tata kelola penyaluran," tegasnya.
Baca juga: Menkeu Gelontorkan Rp 200 Triliun ke Perbankan, DPR Ingatkan agar Tepat Sasaran
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, penempatan dana pemerintah ke perbankan belum tentu efektif mendongkrak kredit dan perekonomian jika prasyaratnya tidak terpenuhi.
"Kebijakan ini belum tentu mendorong ekonomi jika prasyaratnya tidak terpenuhi," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com.
Bhima menegaskan, pemerintah harus memastikan dana yang ditempatkan benar-benar digunakan untuk proyek yang produktif dan menguntungkan.
Dia mengingatkan agar dana tidak diarahkan pada program-program berisiko tinggi seperti makan bergizi gratis (MBG) atau Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang serapannya rendah.
"Jangan sampai juga himbara tidak selektif menyalurkan kredit program dan meminimalisir moral hazard kredit fiktif," ucapnya.
Baca juga: Tidak Dilakukan Sri Mulyani, Tepatkah Menkeu Purbaya Guyur Dana Rp 200 T ke Bank Himbara?
Pemerintah juga harus lebih berhati-hati dalam mengawasi penggunaan dana tersebut agar penempatan dana tidak menjadi aset terlantar (stranded asset).
Pengawasan juga diperlukan agar perbankan tidak menggunakan uang tersebut untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN).
"Sebagai langkah tindak lanjut dan pre-emptives mitigasi risiko maka Menteri Keuangan perlu membuat perjanjian dan regulasi yang spesifik, bisa dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan," tuturnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini