Demonstran Terluka di Nepal Tak Menyesal, Mengaku Bangga Telah Bawa Perubahan

2 hours ago 1

KATHMANDU, KOMPAS.com - Aditya Rawal, mahasiswa sekaligus pekerja digital marketing berusia 22 tahun, berada di luar gedung parlemen Nepal bersama ratusan demonstran antikorupsi ketika suara tembakan mendadak terdengar.

Sebanyak 14 orang tumbang di depannya, termasuk salah satu temannya di kampus. Rawal berlari mendekat untuk menolong, sambil mengangkat kedua tangannya. Namun, peluru justru bersarang di tubuhnya.

"Saya dengar kalau mengangkat kedua tangan, mereka tidak akan menembak. Tapi nyatanya, saya tetap jadi sasaran," kata Rawal kepada AFP dari ranjang di Rumah Sakit Layanan Sipil, Kathmandu.

Sedikitnya 72 orang tewas dalam demo Nepal yang meletus sejak 8 September, dipicu aksi protes kaum muda yang menamakan diri gerakan "Gen Z" menolak larangan pemerintah terhadap media sosial.

"Sudah sering ada protes di Nepal, tapi kali ini, terhadap 'Gen Z', mereka pakai senjata," ucap Rawal.

Sehari setelahnya, demonstrasi makin meluas, dipicu kemarahan atas korupsi pemerintah dan krisis ekonomi.

Perdana Menteri veteran mengundurkan diri, gedung parlemen serta sejumlah kantor pemerintahan dibakar, sebelum akhirnya militer turun tangan mengambil alih situasi.

Kerusuhan ini disebut sebagai yang terburuk sejak berakhirnya perang saudara selama satu dekade dan penghapusan monarki pada 2008.

Pada Jumat (12/9/2025) lalu, mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki (73), dilantik sebagai perdana menteri interim untuk memimpin transisi menuju pemilu dalam enam bulan mendatang.

Baca juga: Sosok Sushila Karki, Perdana Menteri Sementara Nepal yang Getol Lawan Korupsi dan Berani Bubarkan Parlemen

Tak menyesal

Di tengah kekacauan itu, para tenaga medis juga bekerja di bawah tekanan.

Perawat Usha Khanal (36) mengatakan sarung tangannya "penuh darah" saat menangani para korban, sementara gas air mata sampai masuk ke dalam area rumah sakit.

Rumah Sakit Layanan Sipil menerima 458 pasien luka-luka, enam di antaranya meninggal dunia.

Empat korban yang meninggal berusia di bawah 30 tahun, sebuah potret nyata bahwa pergerakan ini didorong oleh kaum muda.

Rawal, dengan kaki diperban tebal serta serpihan peluru masih bersarang di lengan dan perutnya, mengaku tidak menyesali apa yang terjadi.

"Kalau belum ada perubahan, kami masih punya waktu untuk berjuang. Kami ingin pemerintahan yang transparan, tanpa korupsi, dan tanpa kediktatoran," ujarnya.

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |