JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah ekonom menilai ada risiko yang harus diwaspadai dari kebijakan pemerintah menempatkan dana negara sebesar Rp 200 triliun di perbankan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, tambahan likuiditas perbankan dari dana pemerintah hanya akan efektif jika ada permintaan kredit dari sektor riil. Apabila permintaan lemah, dana tersebut berisiko hanya mengendap di bank tanpa segera disalurkan.
"Kondisi ini malah berisiko menaikkan biaya dana dan menekan marjin perbankan," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Sabtu (13/9/2025).
Risiko lain yang perlu diwaspadai pemerintah ialah mengenai kepercayaan pasar.
Menurutnya, jika tata kelola penempatan dana tidak kuat atau komunikasi kebijakan lemah, investor asing bisa melepas aset keuangan domestik sehingga menekan nilai tukar rupiah.
Situasi ini justru bisa memaksa intervensi pasar dan menyerap kembali likuiditas yang sudah disuntikkan.
"Karena itu, rancangan pengawasan, batasan penggunaan, serta pelaporan kemajuan harus jelas sejak awal," kataJosua.
Baca juga: 5 Bank BUMN Digelontor Menkeu Purbaya Rp 200 Triliun, Ini Rinciannya
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut, kebijakan ini berisiko salah sasaran jika perbankan tidak selektif menyalurkan dana ke sektor produktif atau proyek berisiko tinggi.
Misalnya seperti program makan bergizi gratis (MBG) dan program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang serapannya masih rendah dan berisiko tinggi.
"Jangan sampai juga himbara tidak selektif menyalurkan kredit program dan meminimalisir moral hazard kredit fiktif," ucap Bhima.
Baca juga: Kemenkeu Kucurkan Rp 200 Triliun ke Perbankan, Simak Porsi dan Skema Penempatan Dananya
Risiko juga datang dari penggunaan dana yang lebih banyak digunakan untuk proyek sektor fosil dibanding mengalokasikannya untuk pendanaan iklim dan pengembangan sektor energi terbarukan.
"Pak Purbaya (Menteri Keuangan) harus lebih berhati-hati tidak bisa sekedar diserahkan ke bank Himbara dalam pembiayaan kas pemerintah, karena langkah ini berisiko terjadinya aset terlantar (stranded asset)," imbaunya.
Selain itu sebagai langkah tindak lanjut dan pre-emptives mitigasi risiko, pemerintah perlu membuat perjanjian dan regulasi yang spesifik, bisa dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan.
"Celios juga mendorong ketegasan kemenkeu agar dana 200 triliun tidak diparkir oleh bank ke SBN," tambahnya.
Baca juga: Tempatkan Dana Rp 200 Triliun di 5 Bank, Pemerintah Dapat Bunga 4,02 Persen
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini