Eks Gubernur Lemhanas Nilai Aparat Tak Melakukan Fungsi Pengamanan saat Demo

2 hours ago 1

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Andi Widjajanto menilai ada sejumlah hal yang membuat kerusuhan terjadi dalam demonstrasi pada akhir Agustus 2025.

Salah satu penyebab kerusuhan adalah fungsi pengamanan yang tidak dijalankan dengan baik oleh aparat.

Contoh fungsi pengamanan aparat yang tidak dijalankan terlihat dalam penjarahan rumah mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan kebakaran Gedung DPRD Makassar.

Baca juga: Komisi XIII soal Usulan Tempat Demo: Kami Matangkan, Ada Ruang Kosong

"Yang paling minimal adalah aparat yang tidak hadir, aparat yang tidak melakukan fungsi gelar pengamanan, sehingga misalnya Gedung DPRD Makassar terbakar. Aparat yang gagal untuk mengamankan aksi amok di pejabat utama negara seperti Sri Mulyani," ujar Andi dalam podcast Gaspol Kompas.com, dikutip Minggu (14/9/2025).

Menurutnya, fungsi pengamanan yang tidak maksimal dari aparat ini perlu menjadi bahan evaluasi pemerintah.

Apalagi banyak fasilitas umum yang berujung dibakar dan dirusak, hingga penyerangan terhadap Markas Brimob di Kwitang, Jakarta.

"Ini juga sudah memunculkan kegagalan dalam pelibatan aparat. Minimal secara taktikal harus dievaluasi pemerintah, lubangnya di mana sih di protokol pengamanannya," ujar Andi.

Baca juga: 5.999 Personel Dikerahkan Jaga Demo 15 September 2025 di Jakarta

Penasihat Senior di LAB 45 menyampaikan data dari lembaganya, yang menunjukkan bahwa demonstrasi terjadi di 173 kota.

Dari 173 aksi di berbagai kota itu, 22 persen di antaranya berubah menjadi kemarahan massa yang cenderung destruktif atau amok.

Menurut Andi, sebagian besar demo awalnya berlangsung aspiratif dan konstruktif. Namun, situasi berubah ketika tuntutan massa tidak segera direspons hingga melewati batas waktu pembubaran.

Baca juga: Menteri HAM: Pembuatan Tempat Demo di Halaman DPR Perlu Diseriusi

"Jadi, kami memilah datanya itu ada demo, unjuk rasa yang memang aspiratif, konstruktif, yang bisa dilakukan oleh kumpulan mahasiswa atau gerakan serikat pekerja, buruh," ujar Andi.

"Lalu, demo itu bereskalasi menjadi anarkis, biasanya karena sudah mendekati jam 5 sore ketika mereka harus bubar tapi aspirasinya belum ditampung sehingga memutuskan tetap bertahan. Lalu, untuk 25 sampai 30-31 Agustus itu ketika anarkisnya berubah jadi amok," sambungnya.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |