ESG dan Potret Kecil Paradoksnya di Dunia Korporasi

3 days ago 5

KOMPAS.com - Apa sebenarnya motivasi korporasi menjalankan inisiatif Environmental, Social, and Governance (ESG)? Apakah murni untuk sosial dan lingkungan?

Konsultan ESG United Nations Development Programme (UNDP) dan Sekretariat SDGs, Hendri Yulius Wijaya, mengatakan inisiatif ESG di korporasi sebenarnya penuh paradoks.

Di satu sisi, korporasi ingin memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Pada saat yang sama mereka juga memikirkan bagaimana cara mendapatkan keuntungan lebih.

"Apakah baik-baik saja jika memiliki keduanya? Tidak apa-apa, karena hidup ini selalu bertemu dengan kontradiksi dan paradoks," kata Hendri.

"Justru dengan paradoks ini, kita bisa menemukan jalan tengahnya, apa yang mungkin untuk saat ini," tegasnya dalam Kopi Darat Komunitas ESG di Menara Kompas, Rabu (10/9/2025).

Paradoks Kepatuhan

Hendri menuturkan kepatuhan masih menjadi persoalan utama dalam membahas penerapan ESG di dalam perusahaan.

Dari budaya kepatuhan menuju implementasi ESG yang baik dan bermakna membutuhkan proses yang cukup lama.

Penelitiannya pada lembaga jasa keuangan di Jakarta yang masih berusia di bawah 7 tahun mengungkap bahwa pekerja Gen Z diberi tugas membuat beragam inisiatif keberlanjutan.

Ketika menjalankan inisiatifnya, pekerja Gen Z yang punya kepedulian terhadap iklim kerap terbentur karena alasan kepatuhan.

Baca juga: Survei Bloomberg Sebut Investor Percaya dengan Masa Depan Investasi ESG

Sebabnya, lembaga jasa keuangan harus berhati-hati dalam menggunakan sumber daya, termasuk dalam menjawab tantangan iklim yang tergolong baru.

Akhirnya, alih-alih membuat inisiatif yang maksimal dalam upaya, lembaga jasa keuangan masih menganut paradigma "yang penting kita patuh dulu, yang penting kita serahkan dulu."

Paradoks Pemberdayaan Perempuan

Masalah pemberdayaan perempuan sebagai bagian dari inisiatif keberlanjutan juga penuh paradoks.

Lembaga jasa keuangan sebenarnya melayani komunitas yang tak terjangkau bank dan yang tertarik pada isu perempuan kerap melayani ibu-ibu dari kelompok terpinggirkan.

Hendri menceritakan, para anak magang Gen Z membuat kegiatan seminar soal pemberdayaan ekonomi perempuan, anti-pelecehan seksual di tempat kerja, serta kepemimpinan perempuan.

Namun paradoksnya, beban melaksanakan semua kegiatan pemberdayaan perempuan tersebut harus dibebankan kepada pekerja magang Gen Z yang banyak perempuannya.

"Akhirnya yang terjadi adalah, ketika kita harusnya memberdayakan orang, tetapi dalam kasus ini malah orang yang harusnya diberdayakan, malah harus memikul beban untuk menciptakan pemberdayaan itu sendiri di dalam kantor. Ini menjadi sesuatu yang ironis," ucapnya.

Proses

Ia menilai pergulatan dengan paradoks di dalam korporasi bisa menjadi bagian dari upaya perbaikan inisiatif keberlanjutan.

Hendri menyarankan ESG diterapkan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.

"Jadi, lakukan dulu yang bisa kita lakukan saat ini, karena jangan sampai kita memaksa, akhirnya malah jadi berantakan. Lebih baik kita lakukan langkah demi langkah," ucapnya.

Baca juga: Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |