SEMARANG, KOMPAS.com - Sutradara senior Hanung Bramantyo menilai Kota Semarang memiliki modal besar untuk berkembang sebagai kota sinema di Indonesia.
Namun, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan hal itu.
Hanung mengaku sudah sejak satu dekade lalu melihat potensi besar Semarang ketika melakukan syuting film Ayat-Ayat Cinta.
Menurutnya, Semarang memiliki banyak keunggulan, mulai dari bangunan bersejarah, lokasi syuting yang ikonik, hingga komunitas kreatif yang bisa terlibat langsung dalam produksi film.
Baca juga: Lawang Sewu Short Film Festival 2025 Resmi Diluncurkan, Semarang Siap Jadi Kota Film
“Sejak 10 tahun lalu saya sudah melihat Semarang punya aset luar biasa. Bangunannya ada, lokasi syuting ada, tinggal ditata dengan baik, termasuk soal birokrasi dan izin,” kata juri dalam Lawang Sewu Short Film Festival 2025 saat peluncuran festival di kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Kota Semarang, Senin (15/9/2025).
Sejumlah film karya Hanung yang mengambil latar Semarang berhasil menarik jutaan penonton.
Ayat-Ayat Cinta mencatat 3,6 juta penonton, Perempuan Berkalung Sorban ditonton lebih dari 1 juta orang, sementara Get Married 2 mencapai 4,6 juta penonton.
Bahkan, film Perang Kota yang juga diproduksi di Semarang menambah daftar panjang capaian film yang melibatkan kota ini.
Namun, Hanung menyoroti masih kurangnya kesinambungan ekosistem perfilman di Semarang.
Ia membandingkan dengan Yogyakarta yang kini menjadi pusat produksi film karena berhasil membangun sumber daya lokal secara berkelanjutan.
“Kalau di Jogja, setiap bulan bisa ada tiga sampai empat produksi sekaligus. Kru film berkembang pesat dan banyak pekerja film dari Jakarta pindah ke sana. Semarang punya peluang yang sama, asalkan ekosistemnya dibangun,” bebernya.
Hanung berharap pemerintah kota memberikan dukungan lebih, terutama melalui regulasi perizinan yang jelas dan kemudahan birokrasi.
Ia juga menekankan pentingnya melibatkan komunitas film lokal serta menyediakan fasilitas akomodasi memadai bagi kru maupun aktor.
“Industri film butuh investasi besar, tapi dampak ekonominya juga besar sekali. Saya bermimpi Semarang bisa benar-benar menjadi kota sinema, bukan sekadar tempat numpang lewat produksi,” ujarnya.
Menurut Hanung, keberadaan Lawang Sewu Short Film Festival menjadi momentum penting untuk mendorong Semarang semakin dikenal sebagai kota film dan membuka jalan bagi tumbuhnya generasi baru insan perfilman dari daerah.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini