KOMPAS.com - Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan meski terjadi pembatalan proyek dan tantangan yang terus-menerus, produksi hidrogen rendah emisi diperkirakan akan mengalami ekspansi atau perluasan yang cukup besar hingga tahun 2030.
Dalam laporan "Tinjauan Hidrogen Global 2025", IEA melaporkan bahwa permintaan hidrogen di seluruh dunia meningkat hingga hampir 100 juta ton pada tahun 2024.
Jumlah ini naik 2 persen dari tahun 2023 dan sejalan dengan pertumbuhan permintaan energi secara keseluruhan.
Hampir seluruh kebutuhan hidrogen ini dipenuhi oleh hidrogen yang diproduksi dari bahan bakar fosil tanpa adanya tindakan untuk menangkap emisi yang menyertainya.
Sektor-sektor yang secara tradisional paling banyak menggunakan hidrogen, seperti pengilangan minyak dan industri, tetap menjadi konsumen terbesar.
Namun, mengutip Power Engineering International, Jumat (12/9/2025) produksi hidrogen rendah emisi, meskipun jumlahnya masih kurang dari 1 persen dari total produksi global, sedang mengalami pertumbuhan.
Baca juga: Indonesia Bisa Jadi Eksportir Hidrogen Bersih, Ada 4 Penentu Kesuksesannya
Produksinya naik 10 persen pada tahun 2024 dan diperkirakan akan mencapai 1 juta ton pada tahun 2025.
Berdasarkan proyek-proyek yang saat ini sudah beroperasi atau telah mencapai keputusan investasi akhir, produksi diperkirakan akan mencapai 4,2 juta ton per tahun, meningkat lima kali lipat dari produksi tahun 2024.
Namun, berdasarkan proyek-proyek yang telah diumumkan, potensi produksi hidrogen rendah emisi pada tahun 2030 dapat mencapai 37 juta ton per tahun.
Jumlah itu sedikit menurun dari perkiraan 49 juta ton yang diperkirakan dalam laporan tinjauan sebelumnya.
Fatih Birol, Direktur Eksekutif IEA mengungkapkan bahwa minat investor terhadap hidrogen melonjak pada awal dekade ini berkat potensinya untuk membantu negara-negara mencapai target energi mereka.
"Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan teknologi hidrogen baru berada di bawah tekanan karena tantangan ekonomi dan ketidakpastian kebijakan, tetapi kami masih melihat tanda-tanda kuat bahwa perkembangannya terus berjalan secara global," katanya.
Lebih lanjut, Laporan Global Hydrogen Review juga menyoroti bahwa secara global, memproduksi hidrogen dari bahan bakar fosil masih jauh lebih murah.
Kesenjangan biaya dengan produksi hidrogen rendah emisi tetap menjadi penghalang utama bagi pengembangan proyek. Namun, kesenjangan ini diperkirakan akan menyempit.
Di China, hidrogen dari energi terbarukan bisa menjadi kompetitif dari segi biaya pada tahun 2030 berkat biaya teknologi dan biaya modal yang rendah.