Indonesia Masih Tertinggal Soal Kelola Aplikasi Transportasi Publik

2 hours ago 2

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah pengemudi transportasi daring di Indonesia terus bertambah, namun perlindungan terhadap kesejahteraan mereka masih minim. Hingga kini, pengemudi tidak diakui sebagai pekerja formal, melainkan hanya mitra aplikator.

Kondisi ini menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari potongan biaya layanan yang tinggi hingga persaingan jumlah armada yang tidak terkendali. Di sisi lain, pemerintah dinilai belum hadir secara penuh untuk melindungi para pengemudi.

Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, menilai seharusnya pemerintah mengambil peran lebih besar dalam mengelola ekosistem transportasi daring.

Baca juga: Update Harga dan Spesifikasi Toyota Fortuner 2.8

“Jika aplikasi transportasi online dimiliki oleh negara, keuntungan bukanlah target utama. Prioritasnya adalah kesejahteraan pengemudi dan kemudahan bagi masyarakat,” kata Djoko kepada Kompas.com, Minggu (14/9/2025).

DJoko menilai sejumlah negara bisa jadi contoh karena lebih maju dalam membangun ekosistem transportasi daring yang berpihak pada masyarakat.

Korea Selatan memiliki Kakao T yang menjadi pilihan utama warganya, ditambah aplikasi TABA yang diluncurkan pemerintah kota untuk turis asing.

Transportasi publik di Surabaya, Jawa Timur.KOMPAS.com/GHINAN SALMAN Transportasi publik di Surabaya, Jawa Timur.

Di China, layanan DiDi Chuxing terintegrasi dengan super app seperti WeChat dan Alipay, memberikan kemudahan dan kepastian layanan.

Jepang pun tak ketinggalan dengan aplikasi GO yang bermitra langsung dengan armada taksi tradisional, mencakup hampir seluruh prefektur.

Vietnam hadir dengan aplikasi lokal Be dan Xanh SM yang berani bersaing lewat tarif kompetitif serta armada berbasis kendaraan listrik.

Sementara itu, India sudah memiliki model koperasi bernama Namma Yatri, yang memungkinkan pengemudi memperoleh 100 persen tarif perjalanan.

Malaysia juga memberikan perlindungan berbeda, dengan mengakui pengemudi sebagai pekerja dan menetapkan standar gaji yang diawasi pemerintah, sehingga aksi demonstrasi jarang terjadi.

Situasi berbeda dialami di Indonesia. Menurut Djoko, pemerintah tidak bisa melindungi pengemudi secara langsung karena status mereka sebatas mitra aplikator.

“Semua bergantung pada kemauan aplikator,” ujarnya.

Baca juga: Mobil Bekas Rp 90 Jutaan: dari Confero, Avanza sampai CR-V

Menurutnya, jika pemerintah memiliki aplikasi transportasi daring sendiri, data jumlah pengemudi bisa dipastikan, kebijakan lebih tepat sasaran, dan kesejahteraan pengemudi lebih terjamin.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |