Jakpro Incar Kerja Sama Global untuk LRT Jakarta Fase 1C Lewat Belt and Road Summit 2025

2 days ago 7

HONG KONG, KOMPAS.com – PT Jakarta Propertindo (Jakpro) memanfaatkan forum internasional Belt and Road Summit 2025 untuk mempresentasikan proyek strategis LRT Jakarta Fase 1C sekaligus membuka peluang investasi. Proyek ini menghubungkan Manggarai–Dukuh Atas dan menjadi bagian dari visi Jakarta sebagai kota global berkelanjutan.

“Forum internasional seperti Belt and Road Summit ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, BUMN maupun BUMD, investor, dan penyedia teknologi dalam satu forum. Bagi Jakpro, ini kesempatan untuk mempresentasikan proyek strategis dan melakukan business matching,” kata Ririh Pratista, Transportation Assistant Manager PT Jakpro, saat diwawancarai Kompas, Kamis (11/9/2025), di sela acara Belt and Road Summit ke-10 di Hong Kong.

Ririh menjelaskan, desain stasiun LRT Fase 1C mengusung prinsip inklusivitas dengan pencahayaan alami dan ventilasi silang. Seluruh stasiun LRT Jakarta yang beroperasi sudah terintegrasi dengan TransJakarta, sementara Fase 1B dan 1C akan terhubung dengan Commuter Line, KA Bandara, dan TransJakarta.

“Aksesibilitas adalah kunci kawasan berorientasi transit. Ini memudahkan kami menjajaki kerja sama dengan pemilik lahan sekitar untuk pengembangan kawasan transit oriented development (TOD),” ujarnya.

Baca juga: Belajar dari Hong Kong, IFG Dorong Asuransi dan Dana Pensiun di RI Lebih Efisien

Jakpro menegaskan pengembangan transportasi publik adalah bagian dari komitmen dekarbonisasi Jakarta menuju Net Zero Emission pada 2050.

LRT Jakarta diharapkan mendorong peralihan moda transportasi dari kendaraan pribadi ke transportasi massal.

Jakpro juga menampilkan inisiatif keberlanjutan lain, termasuk efisiensi energi 30,57 persen di Jakarta International Stadium melalui panel surya dan LED serta urban farming di depot LRT Jakarta seluas 4.590 meter persegi.

Ririh menambahkan, pengalaman negara-negara dalam Belt and Road Initiative memberi pelajaran penting, terutama soal studi kelayakan dan manajemen risiko.

“LRT Jakarta adalah proyek infrastruktur berkelanjutan yang membutuhkan modal besar. Karena itu, diperlukan peran pemerintah pusat dan daerah mulai dari perizinan, subsidi, availability payment, hingga viability gap funding, tergantung skema pembiayaan,” ujarnya.

Baca juga: IFG: Pasar Modal Indonesia Tumbuh 5,12 Persen di Tengah Ketidakpastian Global

Ia menambahkan, dalam kajian Jakpro, skema public-private partnership (PPP) dapat menjadi salah satu opsi pembiayaan. Dalam skema PPP ini, perusahaan PPP yang terbentuk dimiliki 70 persen oleh Jakpro dan 30 persen mitra strategis di bawah model build-own-operate-transfer (BOOT).

“PPP memungkinkan distribusi anggaran lebih merata sepanjang periode konsesi, relevan untuk menerapkan teknologi mitra swasta, dan risiko dapat dibagi lebih proporsional. Namun implementasi PPP melalui BUMD memerlukan persetujuan pemerintah daerah terlebih dahulu,” kata Ririh.

Selain membuka peluang di dalam negeri, Belt and Road Summit juga menjadi ajang belajar dari kota-kota lain di Asia Tenggara.

“Melalui forum ini kami bisa melihat teknologi apa yang digunakan negara lain, harapannya terjadi transfer knowledge untuk pengembangan transportasi umum di Jakarta. Salah satu tolok ukur kota global adalah jaringan transportasi yang terhubung dan efisien,” ujar Ririh.

Baca juga: Proyek IKN dan Whoosh Jadi Contoh Transformasi Digital dan Infrastruktur RI di Belt and Road Summit

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |