JAKARTA, KOMPAS.com - Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, menyarankan Sekretaris Negara maupun juru bicara pemerintah untuk meng-update tuntutan rakyat yang berisi 17+8 poin pascademo yang pecah pada Senin (25/8/2025) hingga akhir Agustus 2025.
Menurutnya, update perkembangan tuntutan sudah menjadi penghiburan yang besar bagi masyarakat.
"Yang saya bayangkan, alangkah hebatnya, kalau yang dirumuskan misalnya, isinya 17+8 itu, seandainya ada Sekretaris Negara atau juru bicara pemerintah (menyampaikan), 'Ini lho, pemerintah sekarang sedang menanggapi isu ini. Kami memikirkan begini, jalannya begini'," kata Kardinal Ignatius Suharyo dalam program Gaspol, dikutip Jumat (12/9/2025).
Baca juga: Kardinal Suharyo Harap Aspirasi Masyarakat Jangan Hanya Didengar, Harus Ada Solusi Konkret
"Oh, itu sudah penghiburan yang sangat besar bagi masyarakat," imbuhnya.
Kardinal Ignatius beranggapan, perkembangan tetap perlu diinformasikan, sekalipun pemerintah belum dapat melaksanakan sejumlah poin tuntutan karena kendala tertentu.
Sekaligus, menyampaikan kepada masyarakat apa alasannya sehingga rakyat mengerti.
"Harusnya begitu, kalau memang (pemerintah menyatakan) menerima (tuntutan itu), ya. Bisa juga, kalau menurut pertimbangan-pertimbangan yang rakyat itu tidak tahu, tetapi pemerintah tahu, diceritakan bahwa ini tidak bisa dijalankan karena ini, ini, ini," ucap Kardinal Ignatius.
Ia menuturkan, penjelasan akan membuat segala prosesnya transparan, yang berujung menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat.
"Transparan, akuntabel, lalu bisa dipercayakan, rumusannya gitu ya, konsepnya. Transparan, dapat ditanggunggugatkan, bukan hanya tanggung jawab, tanggung gugat. Akuntabel. Baru dipercaya. Kalau tidak, ya apa yang dipercaya?" beber Kardinal Ignatius.
Baca juga: JK Harap Seluruh Tuntutan 17+8 Bisa Direspons Pemerintah hingga DPR
Sebelumnya diberitakan, sejumlah aksi unjuk rasa pecah di berbagai daerah, termasuk di Gedung DPR, sejak Senin (25/8/2025) hingga akhir Agustus 2025.
Demo itu terjadi karena kemarahan publik usai pernyataan para anggota dewan yang membalas kritik masyarakat terkait tunjangan rumah DPR RI mencapai Rp 50 juta tanpa empati.
Kondisi ini semakin bergejolak setelah insiden kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, di Jakarta pada Kamis malam, dua pekan lalu.
Aksi unjuk rasa ini pun meluas tidak sekadar memprotes tunjangan para anggota dewan, melainkan juga menuntut keadilan atas kekerasan yang dilakukan oleh aparat.
Publik kemudian menuntut tuntutan yang berisi 17+8 poin, salah satunya membentuk tim investigasi independen.
Baca juga: Tuntutan 17+8 dan Tantangan Legitimasi Perwakilan
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan, usulan untuk membentuk tim investigasi independen pasca demo yang berujung ricuh sejak Senin (25/8/2025) hingga akhir Agustus 2025, masuk akal.
Hal ini dikatakannya untuk menanggapi 17+8 tuntutan rakyat saat berbincang dengan pemimpin redaksi (Pemred) media di kediamannya di Hambalang, akhir pekan lalu.
Menurutnya, banyak hal yang masuk akal dan bisa dibicarakan bersama.
“Ya, saya kira kalau tim investigasi independen, saya kira ini masuk akal. Saya kira itu masuk akal, saya kira bisa dibicarakan dan nanti kita lihat bentuknya kayak bagaimana,” kata Prabowo dikutip dari siaran pers Tim Media Presiden Prabowo, Selasa (9/9/2025).
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini