Kilas Balik Tragedi Tanjung Priok 12 September 1984

2 days ago 2

KOMPAS.com - Sebuah peristiwa berdarah terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara 41 tahun silam. 

Peristiwa pada 12 September 1984 itu melibatkan militer bersenjata melawan rakyat biasa dan menjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa pemerintahan Soeharto (Orde Baru).

Dikutip dari Kompas.com (29/6/2025), tragedi Tanjung Priok kala itu disebut menewaskan 24 orang dan 55 korban lainnya mengalami luka-luka.

Sementara, menurut investigasi Solidaritas Nasional atas peristiwa Tanjung Priok (Sontak), jumlah korban tewas mencapai 400 orang.

Selain itu, 160 orang yang dicurigai berkaitan dengan peristiwa tersebut ditangkap oleh militer tanpa prosedur jelas dan surat perintah dari atasan.

Lantas, bagaimana kisahnya?

Baca juga: Indonesia Sebenarnya Tak Dijajah Belanda Selama 350 Tahun? Ini Kata Sejarawan

Latar belakang tragedi Tanjung Priok

Tanjung Priok yang berada di wilayah Jakarta Utara merupakan salah satu sektor perekonomian paling penting di Indonesia.

Hal itu membuat wilayah tersebut memiliki demografi penduduk yang cukup padat. Sebab, sebagian besar warganya juga bekerja di pelabuhan Tanjung Priok.

Dilansir dari Kompaspedia (13/9/2021), kebanyakan warga yang tinggal di Kecamatan Koja merupakan pendatang dari berbagai macam etnis.

Kebanyakan dari mereka bekerja di Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pedagang kecil, penarik becak, atau berbagai pekerjaan kasar lainnya.

Memasuki 1980-an, perekonomian Indonesia dihantam krisis akibat anjloknya harga minyak dunia, membuat aktivitas di Tanjung Priok ikut terganggu.

Pemerintah pun kemudian menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 1982. Ketika itu, rata-rata harga BBM di Indonesia naik 60 persen dari harga semula.

Tingkat inflasi Indonesia juga semakin meningkat sejak saat itu. Pada tahun 1982 inflasi Indonesia hanya 9,06 persen, namun pada tahun 1984 naik menjadi 15,35 persen.

Sementara itu angka pemutusan hubungan kerja mengalami peningkatan tiga kali lipat dari 15.000 (1983) menjadi 45.000 (1984).

Hal itu mengakibatkan beban hidup masyarakat semakin berat. Banyak orang kemudian mengkritik pemerintahan Orde Baru dalam ceramah-ceramah di masjid.

Baca juga: 21 Tahun Kematian Munir, Ini Deretan Kasus HAM yang Pernah Diperjuangkan

Awal mula peristiwa Tanjung Priok

Tidak hanya terhadap pemerintah dalam mengatur perekonomian, kritik juga dilakukan pada kebijakan asas tunggal yang membuat kelompok-kelompok Islam semakin tersingkirkan.

Selain dalam bentuk ceramah di masjid, masyarakat juga mengkritik dengan cara menempelkan pamflet-pamflet di masjid. Salah satunya adalah pamflet yang ditempel di Mushala Assa’addah, Koja, Tanjung Priok.

Pemasangan pamflet tersebut mengundang reaksi aparat keamanan karena isinya yang mengkritik kebijakan pemerintah.

Pada 7 September 1984, seorang anggota Babinsa Koja Sersan Satu (Sertu) Hermanu mendatangi mushala yang dindingnya tertempel pamflet-pamflet.

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |