Kopi Lampung, dari Kebun ke Dunia

3 days ago 3

LAMPUNG telah lama dikenal sebagai lumbung kopi robusta nasional. Dari dataran tinggi Liwa, lereng Tanggamus, hingga Way Kanan dan Lampung Utara, hamparan kebun kopi rakyat membentang luas dan menjadi denyut nadi ekonomi keluarga.

Bagi masyarakat setempat, kopi tidak hanya sekadar komoditas ekspor, melainkan warisan lintas generasi yang menjaga identitas budaya dan sosial.

Menurut data Badan Pusat Statistik, produksi kopi robusta Lampung mencapai sekitar 142.000 ton pada 2024. Jumlah ini menegaskan posisi Lampung sebagai salah satu produsen terbesar di Indonesia.

Tidak hanya kuat dari sisi volume, Lampung juga berkontribusi dominan pada nilai ekspor. Tahun lalu, provinsi ini menyumbang lebih dari separuh total nilai ekspor kopi Indonesia, atau setara dengan 840 juta dollar AS (sekitar Rp 13 triliun).

Angka tersebut merepresentasikan 51,28 persen kontribusi nasional, dan membuktikan bahwa Lampung adalah motor penggerak ekspor kopi negeri ini.

Momentum emas ekspor kopi nasional

Tahun 2024 tercatat sebagai periode gemilang bagi sektor kopi Indonesia. Nilai ekspor nasional melonjak signifikan, mencapai 1,638 miliar dollar AS (sekitar Rp. 25 triliun), naik hampir 76,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca juga: Liberika dan Excelsa: Jejak Eksotisme Kopi Nusantara

Lonjakan ini sebagian besar ditopang oleh Lampung. Dibandingkan provinsi lain seperti Sumatera Utara, Jawa Timur, atau Aceh, kontribusi Lampung masih berada jauh di atas, baik dalam volume maupun nilai.

Dengan demikian, Lampung bukan hanya sekadar penyuplai, tetapi juga lokomotif yang menggerakkan kinerja ekspor kopi nasional.

Performa ini juga diperkuat oleh keberhasilan kopi Indonesia menembus pasar utama dunia. Amerika Serikat menjadi pengimpor terbesar dengan nilai 307,4 juta dollar AS, disusul Mesir sebesar 142,5 juta dollar AS, Malaysia 130,5 juta dollar AS, Belgia 115,7 juta dollar AS, dan Rusia 104,7 juta dollar AS.

Pasar yang beragam ini memberi peluang besar bagi kopi robusta Lampung untuk terus memperluas jangkauan, terutama karena robusta memiliki peran penting dalam industri kopi instan global serta campuran espresso yang menjadi tren di berbagai kafe internasional.

Namun, di balik capaian yang membanggakan, terdapat tantangan mendasar yang harus segera diatasi.

Produktivitas perkebunan kopi di Lampung masih stagnan, dengan rata-rata hasil sekitar 800–900 kilogram per hektare per tahun. Angka ini masih jauh dari potensi optimal yang bisa mencapai 1,5-2 ton per hektare.

Kondisi ini diperparah oleh usia tanaman yang sebagian besar sudah tua, keterbatasan akses petani terhadap benih unggul, serta praktik budidaya yang belum sepenuhnya modern.

Selain produktivitas, pola ekspor kopi Lampung yang masih dominan dalam bentuk biji mentah atau green bean juga menjadi masalah serius.

Padahal, nilai tambah terbesar justru berada pada proses hilirisasi, mulai dari roasting, pengemasan, hingga diversifikasi produk turunan seperti kopi kapsul (pod) dan sachet (instant).

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |