KPK Dalami Modus Jemaah Haji Urutan Terakhir Bisa Langsung Berangkat

2 days ago 6

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap terdapat jemaah haji khusus yang baru mendaftar, tetapi bisa langsung berangkat haji pada tahun 2024 lalu.

Materi tersebut didalami KPK saat memeriksa Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji, Moh Hasan Afandi, sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.

“Saksi didalami bagaimana secara teknis jemaah haji khusus yang urutannya paling akhir (baru membayar 2024) namun bisa langsung berangkat,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Jumat (12/9/2025).

Baca juga: Modus Baru Dugaan Korupsi Haji: Jemaah Hanya Diberi 5 Hari Pelunasan, Kuota Bisa Dijual Lagi!

Budi mengatakan, KPK mendalami modus tenggat waktu pelunasan biaya haji khusus bagi calon jemaah haji yang telah mendaftar dan mengantre sebelum tahun 2024, yang dibuat mepet hanya 5 hari.

KPK menduga aturan tersebut sengaja dirancang agar kuota haji khusus tidak terserap dengan baik sehingga dapat diperjualbelikan ke travel penyelenggara haji yang sanggup membayar sejumlah uang.

“Penyidik menduga ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tambahan tidak terserap dari calon jemaah haji yang sudah mengantri sebelumnya, dan akhirnya bisa diperjualbelikan kepada PIHK (travel haji) yang sanggup membayar fee,” ujarnya.

Baca juga: KPK Panggil Eks Sekjen Kemenag Era Yaqut Terkait Kasus Kuota Haji

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji, Moh Hasan Afandi, sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.

Diketahui, KPK tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.

Baca juga: KPK Periksa Kapusdatin BP Haji Jadi Saksi Kasus Kuota Haji

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.

Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kementerian Agama.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep.

Baca juga: KPK Buka-bukaan Soal Dugaan Aliran Dana Korupsi Kuota Haji ke PBNU, Kerugian Negara Capai Rp 1 Triliun

“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuh dia.

KPK menduga terdapat aliran dana ke pejabat Kemenag untuk memperoleh kuota-kuota tambahan tersebut.

KPK pun sudah mencegah 3 orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |