SEMARANG, KOMPAS.com – Gabungan organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Jawa Tengah menuntut pemenuhan aspirasi mereka dalam audiensi dengan DPRD Jateng pada Rabu (10/9/2025).
Organisasi yang terdiri dari GMNI, HMI, PMII, IMM, PMKRI, GMKI, dan KAMMI ini mengungkapkan keprihatinan terhadap tingginya tunjangan bulanan perumahan anggota dewan yang mencapai Rp 79 juta, yang kontras dengan rendahnya upah minimum provinsi (UMP) yang hanya sekitar Rp 2,1 juta.
Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI (PEMKRI) Jateng-DIY, Nathael Bremana, menyoroti pentingnya transparansi anggaran dewan, serta perlunya perlindungan bagi aktivis dan masyarakat miskin.
Baca juga: Tunjangan Rumah DPRD Jateng, Anggota Dapat Rp 47 Juta, Ketua 79 Juta Per Bulan, Bakal Dievaluasi
Ia menegaskan bahwa penggunaan dana aspirasi seharusnya dilaporkan secara digital dan real-time.
“Kami mendorong DPRD Jateng lebih transparan dalam publikasi keuangan, khususnya terkait dana serap aspirasi. Publik perlu tahu ke mana uang itu dialokasikan,” ujar Nathael.
Dia juga menyoroti keengganan pemerintah untuk menaikkan UMP di Jawa Tengah, meskipun kemampuan fiskal daerah, yang mencakup Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), lebih besar dibandingkan dengan provinsi lain di Jawa dan Bali.
“PAD dan APBD Jateng lebih tinggi, tetapi UMP kita justru paling rendah, hanya sekitar Rp 2,1 juta. Kami menilai semestinya bisa naik di kisaran Rp 2,7 hingga Rp 3 juta,” ujarnya.
Cipayung Plus juga mendesak DPRD untuk memberikan perhatian lebih kepada kelompok miskin dan rentan, melalui berbagai program seperti bantuan tunai langsung, pasar murah, dan pemberdayaan ekonomi jangka panjang.
Mereka mengkritik gaya hidup mewah sebagian pejabat dan keluarganya yang dianggap tidak sejalan dengan kondisi rakyat.
“Pejabat dan keluarganya hidup penuh kemewahan, sedangkan rakyat sebagai tuannya yang membayar pajak justru hidup sulit dengan upah rendah dan para aktivis tak mendapat jaminan perlindungan,” lanjut Nathael.
Ia menambahkan bahwa jika pejabat enggan mundur seperti yang terjadi di negara lain saat menghadapi krisis, setidaknya mereka dapat mengalokasikan dana operasional atau gaji mereka untuk membantu rakyat miskin.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini