Manfaatkan Belt and Road, Agritech Chickin Siap Ekspansi ke China dan Bawa Peternak RI "Go Global"

2 days ago 4

HONG KONG, KOMPAS.com — CEO Chickin Indonesia Tubagus Syailendra menilai pasar unggas Indonesia memiliki potensi pertumbuhan besar seiring meningkatnya konsumsi protein hewani dan pertumbuhan ekonomi.

Hal itu ia sampaikan dalam pidatonya dan wawancara khusus di sela Belt and Road Summit ke-10 yang digelar HKTBC di Hong Kong Convention and Exhibition Centre (HKCEC).

“Jika GDP meningkat, konsumsi ayam juga naik. Dalam 10 tahun ke depan, konsumsi ayam di Indonesia diperkirakan melonjak dari 18 juta dollar AS menjadi 35 juta dollar AS,” kata Tubagus.

Ia menekankan ayam adalah sumber protein terbaik dan lebih diminati dibandingkan ikan.

Baca juga: Jakpro Incar Kerja Sama Global untuk LRT Jakarta Fase 1C Lewat Belt and Road Summit 2025

Namun, ia mengingatkan tantangan struktural di sektor ini. Mayoritas peternak berskala kecil, sehingga sulit membeli pakan langsung dari produsen besar.

“Skala kecil membuat mereka tidak efisien. Mereka harus membeli pakan dengan harga tinggi dan berhadapan dengan volatilitas harga panen ayam yang hanya 30–45 hari,” ujarnya.

Melalui teknologi pengendalian iklim kandang, Chickin menawarkan solusi untuk meningkatkan hasil panen, menurunkan biaya pakan, dan menjaga kesehatan ayam.

“Kami ingin membantu peternak mengembangkan ayam lebih efisien, dengan kontrol suhu yang lebih baik agar ayam bisa tumbuh sehat dan bahagia,” ujar Tubagus.

Baca juga: Investor Masih Optimistis pada Pasar Modal Indonesia Meski Menkeu Sri Mulyani Diganti Purbaya

Terkait partisipasi di Belt & Road Initiative (B&RI), ia menyebut ajang ini membuka peluang kemitraan strategis.

“Dampaknya banyak, ya. Pertama, kita bisa mendapatkan banyak insight dari para entrepreneur kunci di pasar berkembang, seperti China dan negara-negara emerging market lainnya. Selain itu, saat ini kami telah membuat kemitraan joint venture dengan beberapa perusahaan di China. Salah satunya Lingta, perusahaan teknologi pengembangan hardware peternakan,” jelasnya.

Ia menambahkan, kerja sama itu penting untuk akses teknologi.

“Sebagai negara berkembang, kita masih kekurangan talenta dan akses teknologi. Fokus kami melalui JV ini adalah mendapatkan teknologi dulu. Teknologi adalah pintu masuk untuk mendapatkan lebih banyak investasi dan pertumbuhan. Tujuannya adalah mencari private partnership agar Chickin bisa berkembang lebih baik dan naik kelas ke level global, bukan hanya jagoan lokal,” kata Tubagus.

Baca juga: Proyek IKN dan Whoosh Jadi Contoh Transformasi Digital dan Infrastruktur RI di Belt and Road Summit

Ekspansi ke China

Chickin sendiri berdiri sejak akhir 2016, bermula dari peternakan unggas kecil di pedesaan Malang sebelum berkembang ke Jawa Tengah.

“Dari kandang kecil, kini kami hadir di 24 kota dan kabupaten. Harapannya, kami bisa ekspansi ke China. Saat ini kami memiliki 11 pabrik pakan ternak, dan 60 persen di antaranya berasal dari China,” ujarnya.

Ia menegaskan, ekspansi ke China sudah dimulai awal tahun ini melalui JV. Target utamanya adalah efisiensi biaya produksi.

“Kita tahu, di peternakan masih banyak ketidakefisienan—banyak ayam mati yang tidak terkontrol karena metode yang masih konvensional. Kami ingin meningkatkan kelas para peternak di Indonesia melalui teknologi,” kata Tubagus.

Menurutnya, efisiensi itu akan berdampak pada konsumsi.

“Selama ini, di beberapa daerah makan ayam masih dianggap mewah. Ke depan, kami berharap ayam menjadi lebih terjangkau untuk masyarakat luas,” ujarnya.

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |