JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga Ucu Julaeha (61), korban kecelakaan yang terseret truk molen di Jalan Lenteng Agung Raya, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Senin (19/5/2025) lalu masih berupaya menempuh jalur hukum untuk menuntut keadilan.
Berulang kali upaya mediasi antara keluarga dan pihak perusahaan truk molen tersebut, yakni PT AJM telah dilakukan, tetapi selalu berujung buntu.
“Serangkaian mediasi yang telah dilakukan selama berbulan-bulan seolah hanya sebagai formalitas belaka, yang sampai saat ini tidak menemukan titik terang,” kata kuasa hukum korban, Deny Surya Purba, dalam keterangannya, Jumat (12/9/2025).
Baca juga: Terlindas Truk Molen di Jagakarsa, Seorang Lansia Kehilangan Kedua Kakinya
Mediasi pertama digelar pada 24 Juli 2025 dan hanya dihadiri oleh PT AJM. Dua perusahaan lain yang juga terkait, yakni PT API dan PT IJP, tidak hadir.
Mediasi kedua difasilitasi Satlantas Polres Jakarta Selatan sebulan kemudian. Saat itu, kedua belah pihak sepakat melanjutkan ke tahap mediasi terakhir dengan mempertemukan keluarga korban dan pihak perusahaan.
Pada mediasi terakhir, Kamis (4/9/2025), Direktur PT AJM, Afriansyah, datang langsung menemui korban.
Deny mengatakan, saat itu Afriansyah langsung menyebutkan nominal ganti rugi. Menurut ia dan keluarga korban, pihak perusahaan hanya fokus pada penyelesaian masalah dengan uang saja.
“Sikap ini menunjukkan prioritas perusahaan hanya berfokus pada penyelesaian nominal ganti kerugian saja, dengan mengesampingkan rasa empati, nilai kemanusiaan, dan tanggung jawab moral atas apa yang terjadi,” jelas Deny.
Karena itu, mediasi kembali berakhir tanpa kesepakatan. Pihak keluarga tidak puas dan kecewa dengan Afriansyah.
Baca juga: PT AJM Klarifikasi Soal Truk Molen yang Lindas Lansia di Jagakarsa hingga Kehilangan Kaki
“Pihak keluarga sangat kecewa dan menyayangkan sikap Direktur PT AJM tersebut, sehingga kesepakatan kembali tidak tercapai,” kata Deny.
Deny menegaskan, Ucu mengalami dampak berat akibat kecelakaan tersebut. Ia harus kehilangan kedua kakinya dan menjalani serangkaian operasi serta rehabilitasi.
Selain itu, korban juga mengalami trauma mental dan tidak bisa lagi bekerja untuk menghidupi keluarganya.
“Keterbatasan gerak dan kemampuan kerja yang dialaminya berpotensi merenggut kemandiriannya, menciptakan keterasingan sosial, serta menambah beban berat secara finansial dan emosional bagi korban dan keluarganya,” jelas Deny lagi.
Anak korban, Gardhika, pun menegaskan bahwa keluarganya tak akan menyerah untuk meminta pertanggungjawaban meski mediasi gagal.
“Kami tidak akan pernah mundur. Kami akan terus menempuh segala upaya hukum, baik secara pidana maupun perdata, demi mendapatkan keadilan dan pertanggungjawaban penuh dari seluruh perusahaan terkait,” tegas dia.
Baca juga: Korban Truk Molen di Lenteng Agung Sebut Klaim PT AJM Menyesatkan, Siap Tempuh Jalur Hukum