AWAL September bagi kami di Badan Pusat Statistik (BPS) terasa campur aduk. Ada rasa lega, tapi juga ada rasa was-was.
Lega karena ribuan petugas mitra statistik di seluruh pelosok negeri baru saja menyelesaikan tugas besar: pendataan Survei Angkatan Kerja Nasional atau Sakernas triwulan 3 tahun ini.
Data mentah mulai kami terima, siap diolah menjadi gambaran terbaru kondisi tenaga kerja di Indonesia.
Namun, di tengah kesibukan itu, kami juga mendengar suara-suara dari masyarakat. Saya membaca komentar di internet, "ngawur...ngawur...kok dibanggain...".
Komentar itu, walau singkat, mewakili keraguan banyak orang terhadap data yang kami keluarkan. Seolah ada jurang antara angka statistik dengan kenyataan yang dirasakan sehari-hari.
Keraguan ini bukan cuma dari masyarakat umum. Para ahli juga memberikan masukan yang kami hargai.
Saya membaca ulasan dari Ibu Qisha Quarina, seorang pakar ekonomi UGM, di media ini beberapa waktu lalu.
Baca juga: Di Balik Angka Kemiskinan: Catatan Petugas Statistik BPS
Beliau bertanya, bagaimana bisa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun, tapi jumlah orang yang menganggur malah bertambah?
Ini pertanyaan yang sangat bagus dan penting. Pertanyaan ini butuh jawaban yang jelas, bukan sekadar pembelaan.
Karena itu, izinkan saya, yang sudah 19 tahun mengabdi sebagai statistisi di salah satu kantor BPS di pojok utara Jawa Barat, untuk menjelaskan bagaimana kami bekerja dan bagaimana angka-angka ini muncul.
Tujuan saya bukan untuk berdebat, apalagi menggurui, tapi untuk berbagi informasi. Harapannya, kita semua bisa memahami data ini dengan lebih baik.
Kenapa persentase turun, tapi jumlah penganggur naik?
Mari kita bahas inti masalah yang diangkat oleh pakar UGM tadi. Data Sakernas Februari 2025 menunjukkan TPT turun menjadi 4,76 persen dari 4,82 persen setahun sebelumnya.
Namun di waktu yang sama, jumlah penganggur bertambah sekitar 83.450 orang, menjadi 7,28 juta jiwa. Kelihatannya aneh, bukan?
Untuk memahaminya, kita perlu tahu cara menghitung TPT. Tingkat pengangguran adalah jumlah penganggur dibagi dengan jumlah total angkatan kerja. Angkatan kerja adalah mereka yang bekerja ditambah mereka yang sedang mencari kerja.
Kuncinya ada di pembaginya: jumlah angkatan kerja selalu bertambah. Setiap tahun, ada jutaan lulusan baru yang masuk ke pasar kerja. Ini membuat jumlah total angkatan kerja terus membesar.
Data BPS menunjukkan, dalam setahun hingga Februari 2025, ada 3,59 juta lapangan kerja baru yang tercipta. Ini menunjukkan pasar kerja kita terus bergerak.
Baca juga: Jangan Remehkan Isu Kebutuhan Lapangan Pekerjaan
Nah, ketika penambahan jumlah angkatan kerja (pembagi) lebih besar daripada penambahan jumlah penganggur (yang dibagi), maka hasil persentasenya bisa turun.
Inilah yang terjadi pada data terakhir. Artinya, ekonomi kita mampu menyerap banyak tenaga kerja baru, tapi belum semuanya terserap.
Jadi, ini bukan angka yang bertentangan. Ini adalah gambaran dari kondisi ekonomi kita yang memang rumit.
Data ini menunjukkan dua sisi: ada kabar baik tentang terciptanya banyak lapangan kerja, tapi sekaligus ada tantangan besar untuk menyerap semua angkatan kerja yang ada.