Memahami Revolusi Global Gen Z

1 day ago 2

AKHIR Agustus dan awal September 2025 tercatat sebagai titik balik sejarah politik Indonesia. Pada hari-hari itu, ribuan anak muda dari generasi Z mengepung kompleks DPR/MPR di Jakarta, menyalakan api baru dalam demokrasi yang kerap mandek oleh kompromi elite.

Tuntutan mereka terang dan tak bisa ditawar: “17 plus 8.” Angka itu adalah simbol agenda besar perubahan, terdiri dari 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang yang lahir dari kegelisahan generasi yang tumbuh dalam pusaran krisis iklim, ketidakadilan sosial, dan stagnasi politik.

Mereka menolak revisi Undang-Undang yang dianggap melanggengkan oligarki, menuntut transparansi anggaran, etika penyelenggara negara, reformasi pendidikan berbasis teknologi, jaminan kerja layak, serta perlindungan hak digital.

Di antara poster-poster yang mereka usung, terlihat kalimat getir: “Jika kami hanya dianggap statistik, maka kami akan mengubah statistik itu menjadi sejarah.”

Aksi itu pecah tidak hanya di Jakarta, tetapi juga merembet ke Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Makassar dan kota-kota lain.

Baca juga: Gen Z Menantang Politik Usang

Bagi Gen Z Indonesia, media sosial adalah senjata. Twitter, TikTok, dan Instagram bukan sekadar ruang ekspresi, melainkan medan perang wacana.

Setiap tagar yang mereka ciptakan menjelma arus deras, memaksa media arus utama dan elite politik menoleh. Bukti bahwa generasi ini tak lagi mau menunggu giliran di panggung sejarah.

Nepal: Api yang membakar kekuasaan

Hanya beberapa hari setelah Jakarta bergolak, Nepal menyusul. Pada 8 September 2025, ribuan mahasiswa dan pemuda memenuhi jalanan Kathmandu.

Mereka menolak korupsi struktural yang melumpuhkan pembangunan, menuntut demokrasi yang benar-benar melayani rakyat, bukan klan politik yang berkuasa.

Gelombang protes Gen Z Nepal mencapai puncak dramatis pada 9 September, ketika Perdana Menteri dan Presiden secara bergantian mengumumkan pengunduran diri.

Bagi sebuah republik yang rapuh dan kerap dihantui intrik elite, ini adalah gempa politik yang belum pernah terjadi.

Namun tragedi mempertebal dramanya. Malam setelah pengunduran diri itu, rumah pribadi Perdana Menteri terbakar. Istrinya ditemukan terluka bakar secara kritis, menyulut spekulasi tentang sabotase dan konspirasi.

Bagi anak-anak muda Nepal, darah dan api menjadi simbol betapa perjuangan mereka menagih harga mahal. Mereka mengibarkan bendera nasional di tengah abu puing, bersumpah melanjutkan revolusi.

Aksi di Nepal memperlihatkan bahwa Gen Z tidak hanya menuntut kursi kekuasaan kosong, tetapi juga ingin membongkar sistem politik yang mereka nilai korup.

Dalam hitungan jam, solidaritas digital menghubungkan Jakarta dan Kathmandu. Tagar #NepalProtests dan #GenZRevolt bersisian dengan #ReformasiTotalIndonesia, menandai persekutuan lintas batas yang tak pernah bisa dibayangkan pada abad lalu.

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |