Mengapa Girik Harus Diubah Menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM)?

20 hours ago 3

KOMPAS.com - Dalam sistem kepemilikan tanah di Indonesia, dokumen seperti girik merupakan warisan dari masa kolonial yang masih digunakan oleh masyarakat, terutama di pedesaan.

Namun, di era modern ini, girik tidak lagi dianggap sebagai bukti kepemilikan yang kuat secara hukum.

Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendorong konversi girik menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk melindungi hak masyarakat atas tanahnya.

Baca juga: Siapa Saja yang Berhak Punya SHM?

Sebelum membahas alasan konversi, penting untuk memahami apa itu girik. Girik adalah dokumen peninggalan masa kolonial Belanda yang pertama kali diterbitkan sekitar tahun 1830-an.

Dokumen ini awalnya berfungsi sebagai bukti penguasaan lahan untuk keperluan perpajakan, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Girik diterbitkan oleh kepala desa atau lurah dan berisi informasi tentang luas tanah, nama pemilik, serta deskripsi lokasi.

Menurut Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN, Asnaedi, girik sejak dahulu bukan merupakan alat bukti kepemilikan tanah yang sah secara hukum.

Baca juga: Cek di Sini, Besaran Biaya Mengubah AJB Jadi SHM

Sebaliknya, ia hanya berfungsi sebagai "petunjuk adanya bekas kepemilikan hak atau hak adat atas sebidang tanah."

Dokumen ini mirip dengan verponding atau bekas hak lama lainnya, yang posisinya telah digantikan oleh sertifikat resmi seperti SHM dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).

Hingga kini, girik masih digunakan oleh sebagian masyarakat, terutama di daerah-daerah yang belum terdata dalam sistem pendaftaran tanah nasional.

Namun, status hukumnya yang lemah sering menimbulkan masalah.

Mengapa Girik Harus Diubah Menjadi SHM?

Dalam berbagai kesempatan Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompis menjelaskan, bahwa girik perlu ditingkatkan menjadi SHM agar kepemilikan tanah masyarakat menjadi kuat di mata hukum negara.

Alasannya dibagi menjadi beberapa aspek yakni yuridis, administratif, dan sosial-ekonomi.

1. Status Hukum yang Lemah dan Rawan Sengketa

Girik bukanlah bukti kepemilikan yang diakui secara penuh oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960.

Baca juga: Cara Mengubah AJB Menjadi SHM, Simak di Sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |