FENOMENA pengamanan polisi terhadap warga yang hendak melakukan aksi demonstrasi kembali menjadi sorotan publik.
Pada 28 Agustus 2025, kepolisian mengamankan ratusan pelajar dari berbagai wilayah sekitar Jakarta yang diduga hendak bergabung dalam aksi unjuk rasa buruh di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta.
Aparat menyebut tindakan itu dilakukan dalam rangka pencegahan dini dan pelindungan ketertiban umum.
Namun, praktik semacam ini menimbulkan pertanyaan mendasar: sejauh mana pengamanan dapat dibenarkan secara hukum, dan kapan ia berubah menjadi pembatasan hak warga negara?
Laporan menyebut, dari Stasiun Palmerah saja polisi mengamankan 53 pelajar. Di titik lain, 76 pelajar asal Bogor ditahan ketika hendak menuju Jakarta melalui jalur arteri dan KRL.
Secara keseluruhan, 276 pelajar diamankan pada hari yang sama. Dalih yang digunakan aparat adalah pencegahan keterlibatan pelajar dalam demonstrasi, sebagian besar disebut ikut karena ajakan di media sosial (Kompas.com, 28/08/2025).
Baca juga: Bendera One Piece Berkibar, HAM Bergetar
Praktik pengamanan seperti ini menimbulkan dilema serius. Di satu sisi, aparat memang memiliki kewajiban menjaga keamanan, ketertiban umum, dan mencegah potensi kekerasan.
Namun, di sisi lain, hak berkumpul dan menyampaikan pendapat dijamin konstitusi dan instrumen hak asasi manusia.
Pertanyaannya, apakah mengamankan orang yang baru berniat berdemonstrasi sesuai dengan prinsip legalitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas?
Jaminan konstitusional dan hukum nasional
Hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum adalah salah satu pilar utama demokrasi. Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 menegaskan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pasal 28F memperkuat hak ini dengan menjamin kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Dengan dasar ini, keterlibatan pelajar dalam demonstrasi bukanlah sesuatu yang ilegal, melainkan bagian dari partisipasi publik yang sah.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 menegaskan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat adalah hak asasi.
Pasal 5 menjamin warga bebas mengemukakan pikiran serta memperoleh perlindungan hukum.
Pasal 7 mengatur kewajiban aparatur negara untuk melindungi HAM, menghargai asas legalitas, menjunjung praduga tak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan.