JAKARTA, KOMPAS.com – Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB) menyampaikan aspirasi mereka kepada Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI pada Rabu (10/9/2025).
Perwakilan APOB, Heri, mengungkapkan bahwa pihaknya awalnya berencana melakukan aksi, namun aspirasi sudah lebih dulu diterima oleh DPR.
“Memang sebetulnya kami itu tadi rencana ada aksi ke sini. Cuma saat ini masa kami masih di Patung Kuda. Alhamdulillah kami sangat mengapresiasi, belum sampai saja di sini tapi perwakilan kami sudah diterima,” ujar Heri.
Baca juga: Ojol Tuntut Potongan Aplikator 10 Persen, Pemerintah Diminta Turun Tangan
Menurut Heri, salah satu tuntutan utama adalah realisasi penghapusan potongan 10 persen yang sudah lama diperjuangkan para pengemudi ojek online.
“Aspirasi kami yang viral dan beberapa bulan yang lalu, kami mengamati bahwa yang paling pro terhadap profesi kami adalah Komisi V. Cuma entah di mana masalahnya, apakah memang kewenangan yang terbatas atau di mana, potongan 10 persen itu sangat harapan besar kami yang akan mengubah penerimaan signifikan kami,” jelasnya.
Baca juga: Ojol Tantang DPR Kasih Keputusan Cepat soal Potongan 10 Persen: Kalau UU, Susah Terbit
Ia menambahkan, para pengemudi juga ingin menyampaikan persoalan perlakuan dari perusahaan aplikasi.
“Bagaimana kami menerima perlakuan dari perusahaan-perusahaan aplikasi yang sedemikian. Kami berpikir itu sudah sangat cukup terbuka. Namun terkait potongan 10 persen ini masih juga belum direalisasikan,” tegas Heri.
Menurut kajian APOB, perubahan bisa dilakukan dengan revisi regulasi.
“Kami dari tim kajian melihat, cukup mengubah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 dan merevisi peraturan turunan seperti KP 1001 Tahun 2022 baru bisa selesai. (Kami belum bahas jasa aplikasi yang range-nya antara Rp 1.000 sampai Rp 3.000 yang masuk kepada aplikator),” jelasnya.
Heri menyoroti bahwa sebelum pandemi Covid-19, pembagian tarif antara pengemudi dan aplikator lebih jelas.
Berbeda dengan saat ini yang cenderung banyak potongan.
“Dulu sebelum Covid itu tidak pernah ada, jadi dari total tarif yang diklaim ke konsumen itu langsung dibagi 80:20 persen. Untuk aspirasi kami butuhkan (revisi) potongan 10 persen,” ujarnya.
Ingin pendapatan sesuai UMP
Selain itu, APOB juga menyoroti masalah jaminan sosial. Dia mengeluhkan bahwa aplikator memotong sebesar 5 persen untuk jaminan sosial, namun faktanya hal itu tidak diterima oleh para pengemudi.
“Tentang jaminan sosial, kami juga sudah menghitung di KP 1001, ada klaim 5 persen yang sudah berbulan kami bahas untuk penunjang kesejahteraan pengemudi online, yang diklaim 5 persen dari konsumen. 5 Persen di KP 1001 bunyinya untuk asuransi tambahan, itu juga tidak kelihatan. Aplikator mengelola, tapi kami tidak mendapatkan itu,” paparnya.
APOB juga meminta adanya jaminan argo atau kepastian pendapatan. Aliansi ojol berharap agar pendapatan mereka bisa mengikuti aturan Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Kami meminta diberikan jaminan argo. Kami simulasikan berdasarkan UMP DKI kurang lebih Rp 5,3 juta, selama 22 hari kerja. Jika itu dibagi, kita menemukan angka Rp 241.000 per hari,” jelas dia.
“Kami kerja selama 8 jam, dan kami harus online di aplikasi selama 8 jam. Selama 8 jam itu harusnya kami ada kepastian pendapatan. Namun setelah 8 jam online, kami hanya mendapatkan hasil Rp 150.000 misalkan,” lanjut dia.
Baca juga: Pedagang, Buruh, hingga Ojol di Depok Bisa Dapat Asuransi Ketenagakerjaan Gratis
Heri ingin agar pihak aplikator menambal selisih, agar para pengemudi ojol bisa mendapatkan pendapatan yang mencukupi.
“Berarti aplikasi harus menjamin kami tambahan Rp 91.000 sehingga ketemu Rp 241.000. Itu kami kejar ada kepastian pendapatan kami,” tutup Heri.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini