KOMPAS.com - OpenAI, induk perusahaan di balik chatbot kecerdasan buatan (AI) populer ChatGPT, dilaporkan telah menandatangani kontrak dengan perusahaan penyedia solusi dan teknologi asal Amerika Serikat (AS), Oracle.
Teken kontrak antara kedua perusahaan ini disebut bernilai fantastis, yakni mencapai 300 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.917 triliun, sebagaimana dilaporkan media The Wall Street Journal dan The New York Times, pada Rabu (10/9/2025).
Menurut laporan, dana sebesar itu akan dialokasikan OpenAI kepada Oracle untuk pembangunan pusat data dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
Baca juga: Kecerdasan Buatan (AI) Bikin Pasokan Air Minum Berkurang
Dengan skala investasi yang sangat besar tersebut, kesepakatan keduanya bahkan digadang-gadang menjadi salah satu kontrak komputasi awan (cloud computing) terbesar yang pernah ada.
Kerja sama antara OpenAI dan Oracle nantinya akan mencakup ke penyediaan kapasitas daya listrik hingga 4,5 gigawatt.
Sebagai gambaran, jumlah daya ini setara dengan daya yang dihasilkan dua Bendungan Hoover atau listrik yang bisa digunakan untuk 4 juta rumah tangga.
Laporan menyebut, kesepakatan keduanya akan mulai berlaku pada 2027 mendatang. Namun, hingga kini, baik OpenAI maupun Oracle, dikabarkan masih belum memberikan konfirmasi resmi terkait kontrak tersebut.
Tinggalkan Azure
Selama ini, OpenAI diketahui sepenuhnya mengandalkan layanan Microsoft Azure untuk memenuhi kebutuhan komputasi cloud mereka.
Namun, dengan melonjaknya permintaan infrastruktur, tampaknya perusahaan mulai mendiversifikasikan jaringan kerja sama mereka dengan penyedia daya lain, seperti salah satunya ke Oracle.
Baca juga: Mark Zuckerberg Bangun Data Center Seluas Kota Manhattan demi Kejar OpenAI
Langkah perluasan ini dinilai penting, sebab seiring berjalannya waktu, teknologi AI generatif terus berkembang pesat. Kebutuhan akan pusat data dan dukungan infrastruktur pun semakin besar.
Apalagi, saat ini ChatGPT termasuk sebagai salah satu chatbot yang paling banyak digunakan di dunia. Dengan tingginya popularitas ini, masuk akal jika OpenAI memperluas jaringan kerja samanya dengan perusahaan lain.
edie ilustrasi pusat data
Hal ini juga selaras dengan hasil laporan penelitian yang menyatakan bahwa permintaan terhadap pusat data di AS tengah melonjak drastis.
Riset mencatat, dalam beberapa tahun terakhir, mulai dari 2021 sampai 2024, jumlah fasilitas pusat data di Negeri Paman Sam tersebut hampir dua kali lipat.
Tren tersebut bahkan diperkirakan akan terus berlanjut dan diproyeksikan naik sekitar 9 persen, di setiap tahunnya hingga 2030 mendatang.
Baca juga: Microsoft Tambah Investasi ke OpenAI, Perusahaan AI Pembuat ChatGPT
Seiring dengan peningkatan jumlah fasilitas, konsumsi energi pun diperkirakan bakal ikut membengkak. Prediksi menyebut, pada 2035, pusat data akan menghabiskan daya listrik dua kali lipat lebih banyak dibandingkan saat ini.