SURABAYA, KOMPAS.com - Satpol PP Surabaya bakal merazia indekos yang diduga bebas ditinggali oleh pasangan tanpa ikatan pernikahan.
Hal ini menyusul kasus pembunuhan yang terjadi di indekos kawasan Lidah Wetan, Surabaya.
Kepala Satpol PP Surabaya, Achmad Zaini mengatakan, razia tempat indekos itu dilakukan setelah memantau kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Alvi Maulana (24) terhadap pacarnya, TAS (25).
"Itu (kasus mutilasi di tempat kos Kecamatan Lakarsantri) jadi perhatian kami. Nanti kami akan galakkan kembali perihal razia kosan ini," kata Zaini, saat dikonfirmasi, Senin (15/9/2025).
Baca juga: Kesaksian Warga Sekitar soal Pelaku Mutilasi Mojokerto: Orangnya Ramah tetapi Pendiam
Akan tetapi, Zaini akan berkoordinasi dahulu dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya untuk memastikan mengenai data dan perizinan tempat kos yang akan dirazia.
"Lintas OPD seperti Dispendukcapil Surabaya terkait pendataan warga yang bermukim di sana, lalu perizinannya bagaimana, baru nanti mengenai tindak lanjutnya bagaimana," ucapnya.
Lebih lanjut, kata Zaini, pihaknya memastikan razia tempat indekos itu akan dilakukan dalam waktu dekat.
Akan tetapi, dia belum bisa menentukan tanggal pastinya penertiban tersebut.
"Nanti kita cek dulu dalam 2 minggu ini seperti apa, yang pasti, nanti kita hidupkan lagi razia-razia rumah kos sebagai langkah antisipatif dan menciptakan kondisi yang aman dan nyaman," katanya.
Baca juga: Ketua RT: 5 Bulan Pelaku-Korban Mutilasi Tinggal Bersama di Kos Tapi Enggan Serahkan Kartu Identitas
Sebelumnya, bagian tubuh TAS (25), perempuan asal Lamongan, Jatim, ditemukan warga di semak-semak kawasan Pacet, Mojokerto, pada Sabtu (6/9/2025) sekitar pukul 10.40 WIB.
TAS diduga dibunuh dan dimutilasi oleh kekasihnya, Alvi.
Hubungan pelaku dengan korban merupakan sepasang kekasih, belum menikah, tetapi tinggal dalam satu atap.
Motif pembunuhan disertai mutilasi itu dilatari pelaku yang sakit hati dengan sikap korban selama berhubungan.
Pelaku dijerat dengan Pasal 338 dan atau 340 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini