Oleh: Frangky Selamat*
PEJABAT tanpa melihat tingkatannya, adalah pemimpin. Selayaknya pemimpin, niscaya melayani dan mengayomi mereka yang dipimpin.
Bukan dibalik, minta dilayani. Atau malah memamerkan “kehebatannya” kepada yang dipimpin dan melecehkan karena dianggap tidak setara.
Sejumlah peristiwa yang terjadi di berbagai daerah ketika seorang pemimpin didemo rakyatnya karena tidak mendengarkan aspirasi dan malah menantang balik atau ketika petinggi kementerian turut terciduk komisi rasuah lantaran ikutan memeras, memancing keprihatinan mengenai potret pemimpin yang selayaknya di negeri ini.
Di antara banyak model kepemimpinan yang berkembang, muncul kepemimpinan yang melayani (servant leadership) yang pertama kali diusulkan pada 1970 oleh Greenleaf.
Tugas pemimpin adalah melayani pengikutnya sebelum mencapai tujuan kepemimpinan itu sendiri.
Baca juga: Ada Apa dengan Dito Ariotedjo?
Di dalam organisasi, kepemimpinan yang melayani memperlihatkan dedikasi sang pemimpin untuk membantu pengikutnya, mendorong kemajuan pribadi dan profesional mereka.
Kepemimpinan model ini menekankan pengembangan hubungan jangka panjang dengan karyawan, menggunakan kontak pribadi untuk sepenuhnya memahami kemampuan, kebutuhan, aspirasi, tujuan, dan potensi pengikut, serta mendorong pengembangan pengikut dengan menumbuhkan rasa percaya diri, menjadi teladan, menanamkan kepercayaan, dan menyediakan informasi penting, umpan balik, dan sumber daya.
Pemimpin yang melayani sungguh-sungguh peduli terhadap bawahannya dan memprioritaskan pelayanan di atas kepentingan pribadi, menjunjung tinggi perilaku etis, dan menganut ideologi altruistik, yaitu perilaku atau sikap yang didasari keinginan tulus untuk mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan orang lain. Tindakan tanpa mengharapkan balasan atau keuntungan pribadi.
Di dalam konteks yang lebih luas pemimpin yang melayani, bekerja untuk rakyat sepenuh hati. Rakyat diberdayakan dengan motivasi untuk kebaikan bersama, tidak semata kepentingan sang pemimpin.
Karakteritik
Kepemimpinan yang melayani memiliki beberapa karakteristik utama yang meliputi visi, kejujuran, integritas, dapat dipercaya, komitmen untuk melayani, memberikan contoh positif, semangat pionir, memberdayakan orang lain, dan menghargai kontribusi individu (Russell dan Stone, 2002).
Selain itu, kepemimpinan ini memiliki karakteristik utama lain, seperti kerendahan hati, autentisitas, penerimaan interpersonal, memberikan arahan, pemberdayaan, pengembangan individu, pengelolaan serta atribut rasa syukur (Van Dierendonck dan Patterson, 2015).
Baca juga: Kompleksitas Masalah MBG dan Laporan ABS Bawahan Menkeu Purbaya
Kepemimpinan yang melayani mencakup sejumlah dimensi, termasuk aspek etika dan relasional (Wirawan dkk., 2020), di samping aspek situasional, transformasional, dan personal (Coetzer dkk., 2017).
Pendekatan kepemimpinan inklusif ini dirancang untuk menghasilkan hasil yang berkelanjutan di tingkat personal dan organisasi (Coetzer dkk., 2017).
Kepemimpinan yang melayani berdampak lebih krusial terhadap hasil kerja karyawan dibandingkan gaya kepemimpinan lainnya, seperti kepemimpinan etis, transformasional, dan autentik (Shabankareh dkk., 2025).