JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan melakukan revitalisasi pasar tradisional secara bertahap.
Program ini dimulai dengan lima pasar, termasuk Pasar Minggu yang menjadi proyek terbesar.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, menjelaskan revitalisasi penting untuk menciptakan pasar yang lebih modern, aman, dan nyaman bagi pedagang maupun pengunjung.
Ia optimistis kondisi pasar tradisional yang selama ini identik dengan kumuh dan tidak layak bisa segera teratasi.
Baca juga: 60 Pasar Tradisional di Jakarta Kumuh dan Rawan Banjir
“Memang belum bisa serentak, ada lima pasar segera kita revitalisasi dan yang paling besar adalah Pasar Minggu,” kata Rano, Kamis (11/9/2025), dikutip dari situs resmi Pemprov DKI Jakarta.
Menurut Rano, perbaikan Pasar Minggu tidak hanya mencakup pembangunan gedung dan infrastruktur, tetapi juga pengembangan hunian di bagian atas pasar.
Proses ini akan dikerjakan oleh Perumda Pasar Jaya yang sudah menyiapkan anggaran dan perencanaan.
“Mudah-mudahan tahun depan satu pasar bisa selesai,” ujarnya.
Baca juga: Cerita Fristo: Kerja PP Cipanas–Jakarta, Sambil Raup Cuan Jastip Makanan Khas Puncak
Kondisi Pasar Masih Memprihatinkan
Data Perumda Pasar Jaya menunjukkan, dari 153 pasar tradisional yang mereka kelola, sekitar 60 pasar dalam kondisi kumuh dan rawan banjir.
Ketua Umum Pusat Koperasi Pedagang Pasar (Puskoppas) DKI Jakarta, Gusnal, bahkan menyebut 40 persen pasar berada dalam kondisi memprihatinkan, seperti becek, bocor, rawan kebakaran, hingga tidak nyaman ditempati pedagang.
Beberapa pasar yang disebut dalam kondisi terburuk tersebar di berbagai wilayah Jakarta.Di antaranya, seperti:
- Pasar Sukapura dan Pasar Lontar (Jakarta Utara)
- Pasar Pulogadung dan Pasar Ciplak (Jakarta Timur)
- Pasar Cempaka Putih dan Pasar Paseban (Jakarta Pusat)
- Pasar Blok A dan Pasar Mampang Prapatan (Jakarta Selatan).
Kondisi terparah ada di Pasar Blok G Tanah Abang dan Pasar Lontar Kebon Melati.
Baca juga: Bagaimana Jika Pemerintah Punya Aplikasi Ojol Sendiri? Ini Sederet Keuntungannya
Beban Pedagang Tradisional
Selain persoalan infrastruktur, pedagang pasar juga menghadapi beban biaya tinggi.
Gusnal menuturkan, banyak pedagang kesulitan bertahan karena harus membayar retribusi, parkir, kebersihan, listrik, hingga perpanjangan hak pakai (PHP).
Ia menilai pola pembangunan pasar selama ini lebih menguntungkan pengembang dan Perumda Pasar Jaya.
“Yang membangun pihak pengembang, kemudian dijual kepada pedagang. Keuntungan didapatkan pengembang dan Pasar Jaya, sementara pedagang semakin terbebani,” kata Gusnal.
Baca juga: Pagar Beton di Laut Cilincing Kantongi Izin dari KKP, Pramono: Kami Tidak Bisa Apa-apa
Harapan Revitalisasi
Pedagang berharap revitalisasi tidak sekadar mempercantik bangunan, tetapi juga memperhatikan regulasi yang berpihak pada keberlangsungan usaha mereka.
Bagi pedagang, pasar tradisional bukan hanya ruang transaksi ekonomi, tetapi juga bagian dari identitas sosial budaya masyarakat Jakarta.
Dengan perbaikan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung, mereka berharap daya saing pasar tradisional bisa kembali meningkat di tengah gempuran pusat perbelanjaan modern dan platform digital.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini