KORUPSI di Indonesia telah lama menjadi penyakit kronis yang merusak sendi-sendi negara hukum dan demokrasi.
Ironisnya, penegakan hukum terhadap koruptor selama ini lebih menekankan pada pemidanaan badan (imprisonment), sementara aspek pemulihan kerugian negara sering terabaikan.
Akibatnya, banyak koruptor tetap dapat menikmati hasil kejahatannya, meski sudah menjalani hukuman.
Untuk itu, pembentukan undang-undang tentang perampasan aset koruptor merupakan kebutuhan mendesak untuk mengembalikan hak rakyat yang dirampas.
Dalam perspektif teori hukum pidana modern, tujuan utama pemidanaan tidak hanya deterrence (pencegahan) atau retribution (pembalasan), tetapi juga restorasi (pemulihan).
Konsep ini selaras dengan gagasan restorative justice yang menekankan pada pemulihan kerugian korban, dalam hal ini negara dan masyarakat yang selama ini banyak dirugikan dan menderita akibat korupsi yang kini sudah gila-gilaan mencapai triliunan rupiah.
Baca juga: Frustrasi Kolektif Rakyat: Keharusan Sahkan RUU Perampasan Aset
Selain itu, teori follow the money dalam kriminologi keuangan menegaskan bahwa kejahatan ekonomi, termasuk korupsi hanya dapat diberantas efektif bila aparat penegak hukum mampu melacak, menyita, dan merampas hasil kejahatan.
Pada tataran inilah pentingnya rancangan undang-undang perampasan aset segera dibahas dan diundangkan oleh DPR bersama Pemerintah.
Paradigma yang relevan untuk membangun regulasi perampasan aset adalah paradigma negara kesejahteraan (welfare state).
Dalam paradigma ini, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin kesejahteraan rakyat (Pasal 33 UUD 1945). Jika aset hasil korupsi tidak dirampas, maka negara gagal melaksanakan mandat konstitusi tersebut.
Selain itu, paradigma rule of law menghendaki bahwa hukum tidak boleh kalah oleh kejahatan terorganisasi.
Perampasan aset merupakan perwujudan supremasi hukum sekaligus bentuk keadilan distributif, mengembalikan uang yang dikorupsi dan diambil dari publik untuk kepentingan publik.
Agar tidak salah arah dalam penyusunan undang-undang tentang perampasan aset, maka ada beberapa hal krusial yang harus dipastikan hadir dalam undang-undang tersebut.
Skema perampasan non-konvensional. Undang-undang harus memungkinkan untuk melakukan perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pidana yang mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkracht).
Konsep ini dikenal sebagai non-conviction based asset forfeiture (NCB), yang sudah banyak diterapkan di berbagai negara untuk kejahatan korupsi, narkotika, dan pencucian uang.

/data/photo/2025/09/16/68c9795719330.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c9804e488b3.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c9793a86ada.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c935926e939.jpeg)
/data/photo/2025/09/16/68c96f9494717.jpeg)
/data/photo/2025/09/16/68c93244d11aa.jpeg)
/data/photo/2025/09/16/68c97e6952a5b.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c967bc2bd89.jpeg)
/data/photo/2025/09/16/68c94af5667e6.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c9728147900.jpg)
/data/photo/2025/08/09/6896db3cb13f4.jpeg)
/data/photo/2024/10/12/670a261d7adc2.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c97671251b5.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c967bba987a.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c940e86b2b6.jpg)
/data/photo/2024/06/27/667cf2100884d.jpg)
/data/photo/2025/09/16/68c96de2991a4.jpg)
/data/photo/2025/02/25/67bd458cacf90.jpg)
/data/photo/2024/09/27/66f65482dd146.jpg)
/data/photo/2025/08/22/68a7edad4c848.jpeg)












/data/photo/2025/09/11/68c2b5c18b236.png)
/data/photo/2023/02/03/63dcbe37588c4.jpeg)
/data/photo/2025/09/14/68c6d9fb5b64d.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5341950/original/092878000_1757341758-Timnas_Indonesia_vs_Lebanon_-03.jpg)
/data/photo/2025/02/07/67a5df4a60225.jpg)
/data/photo/2025/09/09/68c0463fce3a4.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339676/original/014879200_1757081736-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-07.JPG)
/data/photo/2025/09/08/68bed481177bf.jpg)
/data/photo/2025/09/09/68c059a861709.jpg)
/data/photo/2025/09/09/68bfb1b0ec89a.jpeg)
/data/photo/2025/09/09/68c027758a8e3.jpg)
/data/photo/2025/09/09/68c0493eaad6d.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5342701/original/013936300_1757398952-ATK_Bolanet_BRI_SUPER_LEAGUE_JADWAL__5_.jpg)
/data/photo/2025/07/29/6888a7ac1b365.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5341963/original/050096500_1757343075-Timnas_Indonesia_vs_Lebanon_-16.jpg)
/data/photo/2025/09/09/68bfedd547ad9.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5251785/original/019954000_1749807617-Timnas_Indonesia_-_Emil_Audero__Maarten_Paes__Mees_Hilgers__Jay_Idzes__Rizki_Ridho__Justin_Hubner__Calvin_Verdonk__Kevin_Diks_copy.jpg)