MAGETAN, KOMPAS.com – Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui sela-sela jeruji besi Lapas Kelas II B Magetan, Jawa Timur.
Suasana tampak lengang di halaman dalam, hanya sesekali terdengar suara sapu lidi bersentuhan dengan lantai semen yang mulai berdebu.
Dari area dalam lapas yang dipisahkan oleh pintu jeruji putar, sekelompok warga binaan melangkah perlahan menuju sudut teras mungil yang dipenuhi oleh ratusan buku tersusun di rak.
Teras yang juga dipenuhi dengan 2 komputer untuk video call tersebut merupakan perpustakaan Lapas II B Magetan, tempat warga binaan bisa melarikan diri dari kesunyian dan kejenuhan yang menekan hari hari panjang mereka.
Baca juga: Perjalanan Melisa Sabrina Menjaga Koleksi Langka di Perpustakaan Ajip Rosidi Bandung
Bagi sebagian besar penghuni lapas, ruangan berukuran 4 x 3 meter yang dijadikan perpustakaan itu menjadi semacam “jendela dunia” yang memberi mereka kesempatan keluar dari batas ruang dan waktu.
Satu rak besi yang berisi 200-an buku ditempatkan di sisi Utara, sementara di balik rak dimanfaatkan untuk meja computer.
Di ruangan yang cukup sempt tersebut juag dilengkapi dengan meja dan kursi untuk warga binaan membaca buku.
Perpustakaan Lapas Magetan memiliki sekitar 900 judul buku.
Koleksi itu tidak datang sekaligus, melainkan dikumpulkan dari berbagai sumber, terutama kerja sama dengan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Magetan.
Baca juga: Perjuangan Pustakawan, Rela Jauh dari Keluarga Demi Tingkatkan Literasi Anak di Bangkalan
Setiap tiga bulan sekali, ada rotasi sekitar 200 buku baru yang datang, mulai dari novel populer, motivasi, biografi tokoh, hingga literatur agama.
“Warga binaan boleh meminjam dua buku sekaligus. Lama pinjam tiga hari, bisa diperpanjang. Buku yang habis masa pinjamnya harus kembali, nanti diganti yang lain,” tutur Rohmat, Pembina Kemandirian Lapas Magetan, sambil memperlihatkan kartu peminjaman, Sabtu (13/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa lebih dari seratus warga binaan rutin memanfaatkan layanan perpustakaan.
Dari 180 penghuni, jumlah itu terbilang tinggi.
“Paling laris novel, terutama yang ringan dan bisa dibaca santai malam hari,” ujarnya.
Rekreasi dan Terapi
Perpustakaan bukan hanya ruang hening dengan buku-buku berdebu. Bagi warga binaan, tempat ini menjadi oase.