JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyoroti masih maraknya tindakan represif oleh aparat polisi saat berhadapan dengan massa.
Hal ini menjadi salah satu yang menurut Kompolnas patut diperhatikan jika Presiden Prabowo Subianto membentuk Tim Reformasi Polri.
“Tindakan represif ini bagian kebudayaan atau tidak? Kalau itu masih dipandang sebagai budaya, harus kita bereskan,” ujar Komisioner Kompolnas Choirul Anam, saat dihubungi, Sabtu (13/9/2025).
Anam mengatakan, berdasarkan catatan dari lembaga-lembaga sipil, masih ditemukan banyak polisi yang bertindak represif saat bertugas di masyarakat.
Baca juga: GNB Sebut Prabowo Janjikan Reformasi Polri dan Supremasi Sipil
Ia menilai, jika tindakan represif ini telah menjadi budaya di tubuh Polri, hal ini perlu diubah.
Menurut Anam, untuk mengubah budaya yang ada, perlu dimulai dari pembaruan kurikulum pendidikan Polri.
“Kalau memang masih ada budaya kekerasan atau penggunaan kewenangan berlebihan, harus diperkuat di level mengubah kulturnya; salah satu yang paling mendasar adalah di level pendidikan,” kata dia.
Anam menilai, budaya represif ini bisa diubah jika kurikulum pendidikan Polri menambahkan isu-isu hak asasi manusia di dalamnya.
“Salah satunya adalah bagaimana membentuk kepolisian yang jauh lebih civilized. Oleh karenanya, bisa dicek di level kurikulum pendidikan, pentingnya mempertebal soal isu-isu hak asasi manusia dalam pendidikan di level kepolisian,” kata Anam.
Selain budaya represif yang masih mendarah daging di tubuh Polri, Kompolnas juga menyoroti belum optimalnya layanan publik dan perilaku para anggota polisi yang menyalahi kode etik.
Baca juga: Anjing di Bali Bangunkan Tuannya Saat Kebanjiran, Prabowo: Kamu Pahlawan
“Kritik masyarakat menyoroti masih kuatnya budaya kekerasan, penanganan unjuk rasa yang kerap dianggap represif, layanan publik yang belum optimal, hingga perilaku sebagian anggota yang menyalahi kode etik profesi,” ujar Komisioner Kompolnas lainnya, Gufron, saat dihubungi, Sabtu.
Gufron mengatakan, reformasi Polri juga harus dibarengi dengan penguatan pengawasan, baik internal maupun eksternal.
Dengan pengawasan yang lebih kuat, akuntabilitas Polri dapat lebih dipertanggungjawabkan.
Gufron menilai, ada sejumlah standar operasional pelaksanaan (SOP) Polri yang perlu diperbarui mengikuti perkembangan zaman, misalnya SOP untuk penanganan unjuk rasa.
“Dalam pandangan masyarakat, implementasi kerap dianggap represif, perlu evaluasi, dan koreksi. Apakah problemnya di instrumen, kapasitas anggota, atau dalam penerapannya,” kata Gufron.