Pramono: Pagar Beton di Cilincing Jangan Sampai Ganggu Aktivitas Warga dan Nelayan

2 days ago 4

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan, pembangunan pagar beton di pesisir perairan Cilincing, Jakarta Utara, tidak boleh mengganggu aktivitas masyarakat, khususnya para nelayan.

“Kami betul-betul ingin memberikan perlindungan kepada masyarakat, termasuk terutama aktivitas para nelayan, jangan sampai mereka terganggu. Pemerintah Jakarta tentunya bertanggung jawab untuk bagaimana aktivitas nelayan dan juga warga itu tidak terganggu, tidak terdampak,” ucap Pramono di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).

Pramono menjelaskan, proyek pagar laut yang belakangan ramai dibicarakan publik bukanlah program Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, melainkan kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang telah memberikan izin kepada pihak swasta.

Baca juga: Pramono Tegaskan Pagar Beton di Cilincing Bukan Kewenangan Pemprov Jakarta

“Maka untuk itu saya sudah meminta dinas terkait untuk melakukan koordinasi dengan PT yang mendapatkan izin untuk itu. Karena terus terang saya juga baru tahu beberapa hari ini,” ujarnya.

Sebelumnya, pada Mei 2025, Kompas.com sempat mengamati pembangunan pagar beton di Cilincing.

Dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilincing terlihat pagar beton masih dalam tahap pembangunan dan belum difungsikan sebagai tempat penampungan batu bara curah.

Kini, pagar beton tersebut sudah membentang sekitar tiga kilometer dari daratan hingga menjorok ke laut.

Terdapat tiga pagar beton dengan panjang serupa yang beroperasi sebagai area penampungan batu bara curah.

Sejumlah nelayan mengaku kesulitan mencari ikan setelah pagar beton beroperasi.

Baca juga: Soal Pagar Beton Cilincing, Pramono: Nelayan Harus Tetap Bisa Melaut

Salah seorang nelayan Ending (50) mengatakan sebelum adanya pagar laut dan limbah batu bara, penghasilannya bisa mencapai Rp2,5 juta hingga Rp3 juta per hari.

“Penghasilannya sebelum ada limbah ama paku bumi (beton laut) mencapai Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta per hari," ucap Ending saat diwawancarai di lokasi, Jumat (22/8/2025).

Namun, sejak kawasan tersebut tercemar minyak dan limbah dari aktivitas bongkar muat, hasil tangkapannya anjlok drastis.

"Setelah ada limbah dan pembangunan (beton laut kadang cuma dapat Rp 50.000, Rp 70.000, cuma pas gas ama solar aja, buat makan enggak ada," ungkap Ending.

Padahal, kata Ending, ia harus mengeluarkan modal kurang lebih Rp 80.000 untuk sekali melaut. Namun, sudah dua minggu belakangan, hasil tangkapannya selalu dikit dan ia sering kali pulang tak membawa uang.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |