KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki resmi dilantik sebagai perdana menteri sementara pada Jumat (12/9/2025).
Karki menerima dukungan kuat dari sebagian besar kelompok Gen Z, termasuk "We Nepali Group" yang terkemuka, dikutip dari India Today, Jumat.
Ia menjadi perempuan pertama yang memimpin negara itu, menyusul gelombang protes berdarah yang menggulingkan pemerintahan KP Sharma Oli.
Penunjukan tokoh non-parlemen sebagai kepala pemerintahan ini merupakan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, keputusan ini diambil karena gelombang protes besar di Nepal menuntut wajah baru untuk memimpin negara Himalaya tersebut.
Sejak Senin (8/9/2025), sedikitnya 51 orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam protes yang dipicu oleh kebijakan larangan media sosial yang diberlakukan pemerintahan Oli.
Aksi itu kemudian meluas menjadi gerakan anti-korupsi dan anti-nepotisme, dengan demonstran menyerang rumah para pejabat, gedung Mahkamah Agung, serta fasilitas publik lainnya.
Militer lalu mengambil alih situasi, memberlakukan jam malam, serta memfasilitasi dialog antara berbagai pihak hingga akhirnya Sushila Karki dipilih sebagai pemimpin sementara yang bertugas menggelar pemilu baru.
Lantas, siapa sebenarnya Sushila Karki dan bagaimana profilnya?
Baca juga: Kenapa Bentuk Bendera Nepal Tidak Persegi Panjang? Ini Penjelasannya
Profil Sushila Karki
Mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki (73), muncul sebagai pilihan utama para demonstran untuk memimpin pemerintahan sementara, dilansir dari Anadolu Ajansi, Jumat.
Karki lahir pada 7 Juni 1952 di Biratnagar, Provinsi Koshi timur. Ia dikenal sebagai pakar hukum sekaligus satu-satunya perempuan yang pernah menjabat Ketua Mahkamah Agung Nepal, mulai 11 Juli 2016.
Pada 30 April 2017, Partai Maois dan Kongres Nepal sempat mengajukan mosi pemakzulan terhadapnya setelah Mahkamah Agung membatalkan pengangkatan Jaya Bahadur Chand sebagai Kepala Kepolisian.
Namun mosi itu ditarik kembali karena penolakan publik yang kuat dan perintah Mahkamah Agung kepada parlemen agar tidak melanjutkan proses tersebut.
Karki adalah anak sulung dari tujuh bersaudara. Ia menempuh pendidikan di Universitas Tribhuvan dan lulus pada 1972.
Ia kemudian meraih gelar master ilmu politik di Universitas Hindu Banaras, India, pada 1975. Setelah itu, Karki kembali ke Nepal dan menuntaskan studi hukum di Tribhuvan pada 1978.