AMBON, KOMPAS.com - Puluhan siswa sekolah menengah atas di Maluku diduga keracunan usai menyantap menu makan bergizi gratis (MBG) pada Kamis (11/9/2025).
Para siswa sekolah menengah pertama (SMP) Negeri 1 Pulau Babar, Negeri Tepa, Kecamatan Babar Barat, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) ini mengalami gatal-gatal, sakit kepala, mual, sehingga dibawa ke puskesmas kecamatan.
Jos Untajana, orangtua salah satu siswa mengatakan bahwa anaknya, JU (14) mengalami sesak napas, sakit kepala, serta jantung berdebar setelah memakan menu MBG di sekolah.
“Mereka makan itu sekitar jam 12 siang. Tidak lama, dia mulai merasa sakit kepala dan sesak napas. Anak-anak lain juga mengalami hal yang sama dengan gejala berbeda,” katanya kepada Kompas.com saat dihubungi Jumat siang (12/9/2025).
Baca juga: Lagi Dugaan Keracunan MBG, Kini Dialami 110 Siswa SMAN 2 Wonogiri
Sejumlah siswa lain juga tumbang dan dibawa ke puskesmas.
Sebagian merasa gatal yang hebat setelah memakan potongan ikan dalam menu MBG.
Para siswa lalu dirawat intensif selama sekitar empat jam.
“Anak-anak yang dirawat hampir 40 orang, kalau tidak salah. Gejalanya beda-beda. Kami curiga dari ikan yang mereka makan. Sebab, ada yang bilang begitu gigit ikan langsung gatal,” kata Jos.
Anaknya dan puluhan anak lain pun mendapat perawatan hingga kondisi stabil dengan diberi oksigen serta cairan infus.
Pada sorenya, JU, putri Untajana, dipulangkan bersama anak-anak lain dan kembali bersekolah hari ini.
Baca juga: Cegah Siswa Keracunan MBG, Wabup Bangkalan Minta SPPG Olah Makanan Sesuai SOP
Meski begitu, program MBG, katanya, ditiadakan hari ini atas desakan para orangtua.
Mereka khawatir dapat terjadi kasus serupa jika belum ada penanganan terkait kualitas MBG yang akan dihadirkan kepada para siswa di Tepa.
“Setelah kejadian itu, beta yang paling ngotot untuk ditiadakan dulu. Ini anak-anak dikasih makan, tapi kalau jadi racun seperti apa. Hari ini mereka masuk sekolah dan kabarnya sudah ada pihak kepolisian yang ke sekolah,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Balai POM Ambon, Tamran Ismail mengakui kejadian itu sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Laporan yang diterima Tamran, total korban ada 28 anak.