Reshuffle Kabinet "Basa-basi" Politik

4 days ago 3

RESHUFFLE Kabinet Merah Putih pada 8 September 2025, seakan menjadi tontonan rutin politik ketimbang momentum perbaikan negara.

Presiden Prabowo Subianto memecat dan mengangkat sejumlah menteri, termasuk Menteri Keuangan, dengan alasan penyegaran.

Namun, publik secara cepat bisa membaca bahwa reshuffle ini bukanlah penyegaran, melainkan reposisi politik untuk mengamankan kekuasaan.

Pencopotan Sri Mulyani Indrawati (SMI) menjadi titik paling kontroversial. Selama ini, ia dikenal sebagai benteng terakhir kredibilitas fiskal Indonesia.

Namun, menggantikannya dengan figur yang minim legitimasi global sama saja dengan melemparkan perekonomian Indonesia ke ruang spekulasi.

Pasar langsung bereaksi negatif, IHSG terjun, rupiah terguncang. Pemerintah justru terlihat mengorbankan stabilitas demi loyalitas.

Baca juga: IHSG Rontok Usai Sri Mulyani Diganti: Pasar Panik atau Rasional?

Pergantian Sri Mulyani dari kursi Menteri Keuangan menimbulkan dampak serius pada persepsi risiko keuangan Indonesia.

Lonjakan credit default swap (CDS) dan kenaikan yield SUN memperlihatkan investor menuntut kompensasi lebih tinggi untuk menanggung risiko ketidakpastian kebijakan fiskal di era kabinet baru pasca-reshuffle.

Berdasarkan data dari beberapa platform keuangan nasional hingga Selasa siang (9/9/25), Credit Default Swap untuk 5 tahun Indonesia mencapai 72,52 basis poin atau naik dari perdagangan sehari sebelumnya di saat reshuffle dilakukan, sebesar 67,72.

Sementara itu, yield SUN 10 tahun atau sering kali dianggap sebagai seri acuan surat utang Indonesia naik ke level 6,45 persen setelah bergerak pada rentang 6,39 persen sehari sebelumnya.

Di sisi lain, pasar saham juga nampaknya makin tertekan. IHSG turun 1,66 persen pada sesi pertama hari Selasa (9/9/25) ke level 7.638,26, setelah sehari sebelumnya turun 1,28 persen.

Sementara pada hari Senin atau hari pertama reshuffle dilakukan, investor asing juga net sell Rp 526 miliar. Dari sisi volume, asing mencatat net sell sebesar 18,35 juta saham.

Namun, pada sesi perdagangan pertama pada 9 September 2025, investor asing melakukan net sell sebesar Rp 2,99 triliun, meningkat sangat tajam.

Untuk investasi portofolio dan finansial, misalnya, persepsi risiko sangatlah penting. Peningkatan CDS yang signifikan di dalam satu atau dua hari akan menarik perhatian para investor dan menyalakan lampu kuning di antara sesama investor pasar keuangan, karena menandakan tingkat ketidakpastian di Indonesia dipersepsikan meningkat sekaligus risiko investasi di sektor keuangan Indonesia juga meningkat.

Sementara dari sisi fiskal, akan ada peningkatan potensi beban fiskal karena CDS naik. Jika tidak segera turun, maka ke depan yield surat utang pemerintah mau tak mau harus dibanderol dengan baseline angka CDS tersebut, agar tetap bisa membuat para investor tertarik.

Sehingga mau tak mau, beban bunga yang akan ditanggung APBN akan semakin tinggi ke depannya.

Pasar saham dan equitas juga akan terkena risiko penyusutan nilai, karena tekanan “oversold” pada banyak emiten akibat keluarnya modal dalam jumlah besar.

Secara akumulatif kemudian kondisi ini akan ikut menekan IHSG dan menurunkan daya tarik pasar saham Indonesia di mata investor, baik dalam negeri maupun investor asing.

Baca juga: Detik-detik Terakhir Kepergian Sri Mulyani dari Kemenkeu

Dalam hemat saya, jika penurunan ini berubah menjadi tren dalam beberapa hari, dipastikan akan buruk untuk pemerintah dan perekonomian nasional.

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |