Sekolah Kampung Pabuto Nantu: Nyala Asa Para Transmigran di Tepi Hutan

14 hours ago 3

GORONTALO, KOMPAS.com - Jauh dari pusat kota, suasana riuh terlihat di permukiman transmigrasi Satuan Permukiman (SP) 3 Desa Saritani, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Gorontalo, daerah yang bisa dimasukkan dalam kategori 3T, tertinggal, terdepan, dan terluar.

Sejumlah pria mencangkul tanah di samping bangunan perpustakaan yang juga digunakan tempat belajar Sekolah Kampung Pabuto Nantu. Pria lain memotong bambu dan kayu untuk dijadikan pagar. Sedangkan beberapa wanita terlihat merapikan sampah bekas potongan kayu.

Meski matahari sudah meninggi, namun suasana tidak terlalu panas. Angin segar berembus dari hutan belantara yang tidak jauh dari permukiman. Tempat ini merupakan daerah paling ujung, di tepi Suaka Margasatwa (SM) Nantu dan juga hutan Pabuto.

Baca juga: Jalan Sunyi Pustakawan Penjaga Asa Literasi di Garut

Para pria dan wanita ini sedang menyiapkan kebun mini, mempraktikkan pelajaran yang dibaca di sekolah kampung Pabuto Nantu.

“Kami tengah membuat perkebunan mini sekolah kampung,” kata Rojer Manopo, seorang petani yang mengabdikan diri di Sekolah Kampung Pabuto Nantu, Sabtu (13/9/2025).

Rojer mengungkapkan, pendidikan di sekolah ini berbasis masyarakat petani. Pelajaran yang banyak didiskusikan selalu terkait dengan kebutuhan para petani dalam mengolah ladangnya.

Apalagi, para transmigran ini baru pada tahap rekonstruksi kehidupan, sangat membutuhkan penguatan.

Baca juga: Kisah Robi Pencetus Rakus, Ruang Teduh Literasi Anak di Pinggiran Bogor

"Tidak semua taransmigran berlatar belakang petani, tiba-tiba mereka menjadi petani yang lahannya bergunung-gunung, sangat berbeda dengan daerah asal,” ujar Rojer.

Berangkat dari kebutuhan yang sama inilah, para petani mendirikan sekolah kampung yang diberi nama Pabuto Nantu karena lokasi permukiman mereka berada di antara hutan Pabuto dan belantara Nantu.

Sekolah ini bukan sekolah formal, tidak tercatat di administrasi pemerintahan. Namun demikian, sekolah ini memiliki koleksi buku yang memadai bantuan dari berbagai lembaga dan perpustakaan nasional.

Sekolah ini didirikan para transmigran, menempati bangunan bekas gudang penyimpanan jatah hidup (Jadup) yang sudah tidak dimanfaatkan. Para petani bersepakat mengubahnya menjadi tempat belajar.

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |