DOHA, KOMPAS.com – Serangan udara Israel di Doha, Qatar, pada Selasa (9/9/2025) menewaskan lima anggota Hamas dan seorang anggota Pasukan Keamanan Dalam Negeri Qatar.
Namun, target utama serangan Israel yakni pemimpin senior Hamas Khalil Al Hayya, dilaporkan selamat.
Hamas menyebut di antara korban terdapat putra Al Hayya serta ajudannya. Al Hayya sendiri merupakan kepala Hamas di Gaza sekaligus pimpinan tim negosiasi dalam perundingan gencatan senjata dengan Israel.
Baca juga: Israel Serang Qatar, Negara-negara Eropa Sebut Pelanggaran Kedaulatan
“Kejahatan ini merupakan serangan terhadap kedaulatan Negara saudara Qatar, yang, bersama Mesir, memainkan peran penting dan bertanggung jawab dalam mensponsori mediasi dan upaya yang bertujuan untuk menghentikan agresi serta mencapai gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan,” kata Hamas dalam pernyataan resmi.
“Serangan ini sekali lagi mengungkap sifat kriminal pendudukan dan niatnya untuk melemahkan peluang tercapainya kesepakatan. Kami menegaskan bahwa musuh telah gagal membunuh saudara-saudara dalam delegasi negosiasi,” imbuh Hamas, sebagaimana diberitakan ABC News pada Rabu (10/9/2025).
Kementerian Dalam Negeri Qatar melaporkan sejumlah personel keamanan terluka akibat Israel serang Qatar tersebut.
“Otoritas yang berwenang terus mensurvei dan mengamankan area yang ditargetkan menggunakan unit bahan peledak dari Pasukan Keamanan Dalam Negeri,” tulis pernyataan kementerian.
Israel membela serangannya dengan menyebut pimpinan Hamas di Doha sebagai otak dari pembantaian 7 Oktober 2023.
“Serangan udara ini sepenuhnya dibenarkan mengingat fakta bahwa pimpinan Hamas inilah yang memulai dan mengorganisir pembantaian 7 Oktober,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menhan Israel, Israel Katz dalam pernyataan bersama.
Baca juga: Qatar Jadi Korban Serangan Israel, Trump Tegur Netanyahu
Militer Israel juga menuding para pemimpin Hamas tetap bertanggung jawab atas aksi kekerasan setelah peristiwa itu. Termasuk serangan bersenjata di Yerusalem pada Senin (8/9/2025) yang menewaskan warga Israel.
Netanyahu menyatakan serangan ini merupakan operasi independen.
“Israel yang memulainya, Israel yang melaksanakannya, dan Israel bertanggung jawab penuh,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa serangan presisi ini disetujui setelah dirinya memanggil pimpinan organisasi keamanan Israel pada Selasa siang.
“Selama bertahun-tahun, para anggota pimpinan Hamas ini telah memimpin operasi organisasi teroris, bertanggung jawab langsung atas pembantaian brutal 7 Oktober, dan telah mengatur serta mengelola perang melawan Negara Israel,” bunyi pernyataan Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Dari Washington, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan ketidaknyamanan atas lokasi serangan.
“Pengeboman sepihak di Qatar, sebuah negara berdaulat dan sekutu dekat Amerika Serikat yang bekerja sangat keras dan berani mengambil risiko bersama kami untuk menengahi perdamaian, tidak memajukan tujuan Israel atau Amerika,” kata Trump dalam pernyataan yang dibacakan Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt.
Trump menambahkan bahwa meski situasi ini sulit, ia yakin serangan tersebut masih bisa menjadi peluang untuk mendorong perdamaian. “Saya masih secara aktif dan agresif mengupayakannya,” ucapnya.
Baca juga: Israel Ultimatum Hamas: Bebaskan Sandera atau Gaza Dihancurkan
Pejabat AS mengatakan Israel sempat memberi pemberitahuan kepada militer Amerika sebelum serangan, namun tanpa menyebutkan lokasi maupun detailnya.
Peringatan itu dianggap terlalu samar sehingga tidak cukup untuk memperingatkan mitra regional secara memadai.
Qatar menyatakan pihaknya baru mengetahui serangan ketika ledakan sudah terjadi, usai seorang pejabat AS menyampaikan informasi singkat.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini