Sidang ODGJ Jadi Terdakwa Perdagangan Satwa Dilindungi, 9 Bukti Medis Diserahkan

2 days ago 2

KEBUMEN, KOMPAS.com – Pengadilan Negeri Kebumen menggelar sidang lanjutan kasus jual beli satwa dilindungi, beruang madu dan kukang jawa, dengan terdakwa A (40), seorang warga Kecamatan Sadang, pada Selasa (9/9/2025).

Agenda sidang berfokus pada pemeriksaan bukti tertulis dan saksi meringankan yang dihadirkan untuk membuktikan bahwa terdakwa merupakan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Baca juga: Pelaku Perburuan Satwa Dilindungi di Taman Nasional Baluran Ditangkap

Relawan Bidang Hukum Yayasan Selaras Jiwa, Muchammad Fandi Yusuf menjelaskan, kasus terdakwa bermula pada Mei 2025. Saat itu, ia diduga melakukan transaksi satwa liar berupa beruang madu dan kukang jawa.

"Pada sidang lanjutan Selasa kemarin dilakukan agenda pemeriksaan berfokus pada alat bukti tertulis serta saksi yang meringankan," kata Fandi dalam rilis resminya Kamis (11/9/2025).

A didakwa melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

Sementara secara hukum, tindakannya dijerat Pasal 40A ayat (1) jo Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Yayasan Selaras Jiwa Kebumen terus berkomitmen memberi perlindungan dan pendampingan hukum bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)," kata Fandi.

Bukti Medis dan Keterangan Saksi 

Fandi menuturkan bahwa pihaknya menyerahkan sembilan bukti surat berupa keterangan medis dari RSUD Kebumen dan RSJ Magelang yang menegaskan terdakwa merupakan pasien dengan riwayat gangguan jiwa.

Selain bukti medis, tiga saksi meringankan turut dihadirkan, yakni dari pihak keluarga, perangkat desa, serta yayasan sosial yang pernah membina terdakwa.

Keterangan para saksi ini menguatkan bahwa terdakwa memang memiliki riwayat gangguan jiwa dan membutuhkan perlakuan khusus dalam proses hukum.

“Sidang kali ini memeriksa bukti tertulis dan saksi meringankan. Kami juga diberi kesempatan menghadirkan ahli kejiwaan pada sidang berikutnya. Dari sisi hukum, seorang dengan gangguan jiwa tidak bisa dimintai pertanggungjawaban penuh sehingga harus mendapat perlakuan khusus,” jelas Fandi.

Ia menambahkan, pendampingan yang dilakukan Selaras Jiwa bukan sekadar membela terdakwa, tetapi juga untuk memastikan hak-hak ODGJ tetap terlindungi sesuai prinsip keadilan dan kemanusiaan.

Upaya ini juga menjadi bagian dari edukasi kepada masyarakat bahwa orang dengan gangguan jiwa memerlukan perlakuan berbeda dalam menjalani proses hukum.

“Harapan kami terdakwa bisa dijatuhi hukuman seringan mungkin dan ditempatkan di fasilitas khusus agar mendapat pengobatan. Jika disatukan dengan napi lain, justru dikhawatirkan membahayakan dirinya maupun tahanan lain,” imbuhnya.

Baca juga: BKSDA Gagalkan Penyelundupan 600 Burung Berkicau di Pontianak, Sebagian Satwa Dilindungi

Hal senada disampaikan pengelola Pondok Rehabilitasi Selaras Jiwa, Paimin alias Slamet. Ia membenarkan bahwa terdakwa pernah menjadi warga binaan di yayasan miliknya yang menunjukkan gejala depresi tingkat tinggi.

“Kalau dilihat tatapan matanya masih kosong, menandakan depresi yang cukup tinggi. Kalau ditahan bersama napi lain dikhawatirkan bisa membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Sebagai relawan menurut saya saat ini ia masih sangat membutuhkan pembinaan dan perawatan medis,” tegas Paimin.

Pihak keluarga terdakwa juga turut bersuara. Sarno, salah satu kerabat dekat, menyatakan bahwa terdakwa sudah mengalami gangguan jiwa sejak 2024.

Upaya penyembuhan telah dilakukan melalui pengobatan di RSUD dr. Soedirman Kebumen, RSJ Magelang, hingga mengikuti pembinaan di Yayasan Selaras Jiwa.

“Saat penjemputan awal terdakwa kami sudah menyampaikan riwayat gangguan jiwa ke kepolisian, lengkap dengan bukti surat dan obat. Namun sampai di kejaksaan surat keterangan tersebut tidak di lampirkan. Harapan kami, ia bisa bebas dari proses hukum karena khawatir penyakitnya makin parah,” kata Sarno.

Melalui kasus ini, Yayasan Selaras Jiwa berharap masyarakat lebih memahami bahwa ODGJ membutuhkan perlakuan khusus dalam proses hukum. Mereka menegaskan bahwa pendampingan yang diberikan tidak hanya dalam bentuk advokasi hukum, tetapi juga mencakup dukungan psikososial, motivasi, dan pengawasan medis.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |