Sidang Polisi Rangkap Jabatan, Ahli Sebut di Era Jokowi Main Terabas

2 hours ago 2

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli pemohon uji materi polisi rangkap jabatan sipil dengan nomor perkara 114/PUU-XXIII/2025 menyinggung aturan terkait yang berlaku di dua era penguasa yang berbeda, yakni era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan era Presiden Joko Widodo.

Ahli bernama Soleman B. Ponto tersebut mengatakan, saat era SBY, aturan terkait TNI/Polri yang hendak menjabat di sipil sangat ketat dan ditaati oleh eksekutif. Karena ketika TNI/Polri yang hendak menduduki jabatan sipil harus ada penegasan terkait alih status dari anggota polisi/militer menjadi PNS biasa.

Baca juga: Prabowo Diminta Segera Tunjuk Menko Polkam Baru, Hindari Rangkap Jabatan Menhan Sjafrie

"Di dalam era SBY alih status ini sangat-sangat ketat, sampai AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), anak dari beliau diwajibkan mengundurkan diri dari TNI sebelum mencalonkan diri menjadi gubernur DKI, harus mundur," kata Suleman dalam sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).

Namun ketika era Presiden Jokowi, Suleman mengatakan mulai terjadi penyimpangan, karena banyak prajurit aktif bisa menduduki jabatan sipil.

Dia spesifik menjabarkan, bahkan jabatan sipil yang tidak diatur dalam undang-undang yakni jabatan-jabatan sipil yang seharusnya diduduki oleh sipil juga.

Baca juga: Setelah MK, Giliran MUI Diminta Buat Fatwa soal Wamen Rangkap Jabatan

"Nah, ketika masuk di era Presiden Jokowi mulai terjadi penyimpangan, banyak prajurit TNI aktif tetap menduduki jabatan sipil, walaupun itu jabatan berada di luar lembaga struktur yang bertentangan dengan undang-undang," katanya.

Ahli juga memberikan data polisi yang menduduki jabatan sipil di luar struktur organisasi Polri terus meningkat.

Pada 2023, total polisi yang menduduki jabatan sipil mencapai 3.424 personel, terdiri atas 1.026 perwira, 2.398 bintara atau tamtama.

Kemudian 2024 menjadi 3.822 dengan komposisi 1.157 perwira, 2.665 bintara/tamtama.

Tahun ini ada 4.351 polisi di jabatan sipil, 1.184 perwira, dan 3.167 tamtama.

Baca juga: MK Larang Wamen Rangkap Jabatan Komisaris, Ini Kata Erick Thohir

"Apakah ini menghilangkan kesempatan dari sipil? Ya, menghilangkan. 4.351 (anggota Polri di jabatan sipil) ini menghilangkan (kesempatan) 4.351 orang sipil. Karena 4.351 ini tidak mungkin masuk polisi, tapi polisi bisa masuk ke ASN, sehingga tidak netral dan menghilangkan kesempatan," tandasnya.

Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin yang menggugat Pasal 28 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).

Alasan mereka menggugat adalah karena saat ini banyak anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT.

Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun.

Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.

Pemohon juga menilai, norma pasal tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Read Entire Article
Kunjungan Pemerintah | Dewasa | | |