KOMPAS.com – Kelelahan, cemas, dan stres turut berdampak pada produksi ASI (air susu ibu), bahkan bisa membuat produksi ASI tersendat.
Menurut Konsultan Laktasi di Cloudnine Group of Hospitals, Pune, Dr. Vidhi Mehta, kesejahteraan emosional ibu memiliki peran besar dalam menentukan pengalaman menyusui.
Baca juga:
- Miris, 1 dari 3 Orang Indonesia Tidak Setuju Ibu Menyusui di Tempat Umum
- 4 Persepsi Negatif Soal Ibu Menyusui di Tempat Umum, Gelisah hingga Harus Ditutup
“Kesehatan mental seorang ibu bisa membentuk perjalanan menyusuinya, baik ke arah positif maupun sebaliknya,” ujar Mehta, dikutip dari Hindustan Times, Kamis (11/9/2025).
Apakah stres berpengaruh pada ASI?
Tantangan emosional pasca melahirkan
Dok. Freepik/Freepik Stres bisa menghambat keluarnya ASI pada ibu menyusui. Ahli jelaskan kaitan kesehatan mental dengan produksi ASI dan pentingnya dukungan emosional.
Banyak ibu baru membayangkan masa-masa setelah melahirkan akan dipenuhi kebahagiaan dan kehangatan keluarga.
Namun, kenyataan yang dihadapi bisa jauh lebih kompleks, bahkan berbanding terbalik dengan bayangan tersebut.
Bergadang setiap malam, proses pemulihan tubuh yang belum selesai, perubahan hormon yang drastis, dan tekanan sosial untuk “menjadi ibu sempurna” kerap membuat ibu merasa kewalahan.
“Wajar bila dalam beberapa minggu pertama seorang ibu merasa rendah, mudah menangis, atau cemas. Kondisi ini sering disebut baby blues,” jelas Mehta.
Masalah muncul ketika perasaan itu tidak kunjung mereda. Dalam banyak kasus, rasa cemas atau sedih justru semakin dalam dan berkembang menjadi depresi pasca-persalinan.
Kondisi ini bisa mengganggu ikatan emosional ibu dengan bayinya sekaligus menyulitkan proses menyusui.
Baca juga:
- Ini Tempat Publik yang Paling Ditolak untuk Ibu Menyusui, Mengapa?
- Dikenal Open Minded, Gen Z Ternyata Tak Nyaman Lihat Ibu Menyusui di Ruang Publik
Stres membuat produksi ASI menurun
Freepik Stres bisa menghambat keluarnya ASI pada ibu menyusui. Ahli jelaskan kaitan kesehatan mental dengan produksi ASI dan pentingnya dukungan emosional.
ASI sebenarnya diproduksi secara alami oleh tubuh. Namun, supaya ASI dapat keluar dengan lancar, dibutuhkan peran hormon oksitosin.
Hormon ini dilepaskan ketika ibu merasa aman, tenang, dan didukung oleh lingkungannya.
Ketika stres atau cemas, pelepasan oksitosin bisa terhambat. Akibatnya, meskipun ASI diproduksi, alirannya menjadi tersendat.
“Ini bukan berarti ASI hilang, tetapi tubuh lebih sulit mengeluarkannya. Oleh karena itu saya selalu mengingatkan para ibu bahwa pikiran butuh perawatan sama pentingnya dengan tubuh,” ucap Mehta.
Ia menambahkan, konsumsi makanan bergizi atau suplemen tidak akan optimal jika beban mental ibu masih berat.
Dukungan emosional yang dibutuhkan
Freepik/senivpetro Stres bisa menghambat keluarnya ASI pada ibu menyusui. Ahli jelaskan kaitan kesehatan mental dengan produksi ASI dan pentingnya dukungan emosional.
Perjalanan menyusui tidak seharusnya menjadi beban yang dipikul sendiri. Kehadiran dukungan emosional dari pasangan, keluarga, dan lingkungan sangat penting bagi ibu.
“Kadang, ucapan sederhana seperti, ‘Kamu sudah melakukan yang terbaik,’ atau ‘Aku ada di sini untukmu,’ bisa meringankan beban seorang ibu secara luar biasa,” tambah Mehta.
Pasangan dapat membantu dengan cara sederhana, seperti bergantian menjaga bayi pada malam hari, menyiapkan makanan sehat, atau sekadar menjadi pendengar yang baik tanpa menghakimi.
Dukungan juga bisa datang dari kelompok ibu, komunitas daring, dan tenaga profesional.