JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menargetkan rehabilitasi mangrove hingga 15.387 hektare di empat provinsi sepanjang 2025. Menteri Kehutanan, Reja Juli Antoni, mengatakan rehabilitasi Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) itu berlangsung di provinsi prioritas yakni Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan utara.
Target rehabilitasi mencapai 41.000 ha hingga 2027. Di Sumatera Utara, rehabilitasi M4CR berlangsung sejak 2024 dengan luasan 636 ha di Kabupaten Langkat, Deli Serdang, serta Serdang Bedagai.
“Saya mengapresiasi upaya rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh masyarakat, di mana kawasan ini dulu merupakan bekas areal-areal tambang kuarsa yang masif hingga menyebabkan abrasi, namun sekarang tutupan vegetasi mangrove sudah semakin pulih,” kata Raja Juli dalam keterangannya, Rabu (10/9/2025).
Baca juga: Tata Kelola Mangrove Perlu Terintegrasi dengan Tambak
Tahun ini diperkirakan pelaksanaan rehabilitasi di Sumut mencapai 1.924 ha, dan 3.332 ha pada 2026 mendatang.
Dia menjelaskan, program M4CR merupakan inisiatif strategis nasional untuk mengatasi degradasi ekosistem mangrove yang berfokus pada pendekatan berbasis komunitas dan keberlanjutan lingkungan. Raja Juli mengatakan penanaman mangrove yang dilakukan masyarakat berdampak pada tutupan vegetasi mangrove yang makin membaik.
Menurut Raja Juli, hal tersebut membuktikan pentingnya kerja sama dalam menjaga kelestarian hutan.
“Ini membuktikan pentingnya kolaborasi antara kementerian dan lembaga, khususnya partisipasi masyarakat. Bahwa peran masyarakat begitu strategis untuk turut menjaga kelestarian hutan mangrove kita,” tuturnya.
Pihaknya mencatat, Indonesia sendiri memiliki sekitar 3,5 juta ha mangrove atau 23 persen dari luasan global. Pada 2024, pemerintah meluncurkan program rehabilitasi 600.000?hektare mangrove dengan dukungan World Bank dan pelibatan masyarakat lokal.
Sebelumnya, Direktur Rehabilitasi Mangrove, Ristianto Pribadi, memamparkan Kemenhut mengadopsi prinsip memulihkan, meningkatkan, dan mempertahankan.
Baca juga: Nilai Mangrove Capai 885.000 Dollar AS per Hektar, Konversi Jadi Tambak Harus Hati hati
"Kami di Direktorat Jenderal PDAS RH, sebetulnya konteksnya adalah bagaimana tutupan hutan mangrove itu meningkat dan dikelola secara lestari,. Bahwa kemudian mangrove yang ditanam itu menjadi keuntungan karbon, menjadi hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat bagi masyarakat," ucap Ristianto.
Kemenhut menargetkan rehabilitasi 79,56 persen mangrove di kawasan hutan negara, dan 20,44 persen di luar kawasan (APL) melalui koordinasi dengan pemerintah daerah. Kendati demikian, Ristianto mencatat capaian rehabilitasi mangrove terkendala Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), program hibah, serta kapasitas pemeliharaan di lokasi terpencil.
"Untuk itu pendekatan kebijakan yang diambil tidak hanya berfokus pada penanaman, melainkan diperluas menjadi investasi jangka panjang yang melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor, termasuk dunia usaha, lembaga donor, dan masyarakat," terang dia.
Kendala lainnya, lokasi, kondisi gelombang tinggi, banjir rob, hama tritip, hingga tumpukan sampah laut yang menghambat pertumbuhan tanaman.
Baca juga: Perambahan Ilegal, 500 Hektare Lahan Mangrove di Aceh Dibuka untuk Sawit
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.